DENPASAR – Ajang Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2018 sebagai hari pesta sastra, seni dan budaya terbesar di Asia Tenggara akan mengungkap pentingnya toleransi dan multikulturalisme bersama pegiat kebebasan beragama, Yenny Wahid.
“Salah satu hal terpenting ternyata kalau kita lihat dalam perjalanan sejarah Indonesia, kenapa kita tetap bersatu selama 70 tahun lebih itu adalah karena adanya penghormatan terhadap keragaman kebudayaan, adanya penghormatan terhadap toleransi keberagamaan,” kata Manajer Program Indonesia UWRF 2018, Wayan Juniartha di Denpasar, Selasa malam.
Topik toleransi tersebut, lanjut Juniartha, sengaja diangkat dalam usia UWRF yang ke-15 ini karena sekaligus untuk merayakan 90 tahun Sumpah Pemuda dan 20 tahun Era Reformasi, terlebih bangsa Indonesia kini telah menjadi kekuatan yang diperhitungkan di Asia Tenggara bahkan dunia.
“Kami mau membahas apa itu Indonesia secara identitas, apa yang membuat kita itu jadi suatu bangsa dan bersatu? Padahal kita ini terdiri atas sekian ratus kelompok etnis, sekian ratus kelompok kebudayaan yang berbeda-beda,” ucap Juniartha.
Jadi, ujar dia, penghormatan terhadap toleransi dan keberagaman menjadi kunci penting dan dalam sejarah Indonesia kontemporer yang telah diperjuangkan oleh sejumlah tokoh di Tanah Air.
“Kita bisa lihat ada Buya di Muhammadiyah, ada Gus Dur di Nahdatul Ulama, orang-orang yang menjaga kerangka ini, ada Romo Magnis di Katolik dan sebagainya,” ujar dia.
“Kami tertarik melihat Yenny Wahid, putri Gus Dur (almarhum), karena selain tokoh yang memperjuangkan pluralitas, memperjuangkan toleransi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berekspresi juga karena beliau seorang perempuan,” kata Juniartha yang juga sastrawan itu.