KULON PROGO – Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami kesulitan mengembangkan Kawasan Industri Sentolo karena terkendala harga tanah yang mencapai Rp3,5 juta per meter.
“Beberapa waktu lalu, kami memfasilitasi investor dalam pengadaan tanah di Desa Tuksono. Di sana, ada yang minta harga tanah Rp3,5 juta per meter. Ini sudah tidak logis. Investor juga hanya berani menawar Rp1,5 juta per meter,” kata Kepala Bidang Penanaman Modal, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (DPMPT) Kulon Progo, Robi Ampera, di Kulon Progo, Senin.
Menurut dia, harga tanah yang sangat mahal tidak akan diminati investor. Harga di atas Rp1 juta sudah tidak masuk dalam perhitungan bisnis. Sektor industri itu, harga tanah sangat berpengaruh layak atau tidaknya industri dibangun.
“Harga tanah sangat berpengaruh pada harga pokok penjualan (HPP) produk yang dihasilkan,” katanya.
Selain itu, lanjut Robi, lambannya perkembangan Kawasan Industri Sentolo, yakni terkendala lahan seluas 50 hektare.
Ia mengatakan, syarat pengembangan kawasan industri, adalah tersedianya lahan minimal 50 hektare.
“Saat ini, lahan Kawasan Industri Sentolo belum sampai 50 hektare karena investor kesulitan membebaskan lahan,” kata Robi.
Ia mengatakan, lahan di Kawasan Industri Sentolo merupakan tanah hak milik sehingga investor yang akan membebaskan tanah mengalami kesulitan, baik dari sisi harga dan tidak dijualnya lahan. Perusahaan yang sudah membebaskan lahan, sebagian sudah mengurus izin ke DPMPT.
“Ada beberapa perusahaan yang sudah mengurus izin kendali ke DPMPT,” katanya.
Robi mengakui, perkembangan Kawasan Industri Sentolo berbeda dengan Kawasan Industri Piyungan, Sedayu dan Pajangan yang ada di Kabupaten Bantul. Kawasan Industri Piyungan sudah ada pengelola khusus karena menggunakan tanah kas desa.