SIGI – Jois Priscila (11) baru saja merampungkan makan siangnya bersama sang nenek di tenda kelas darurat milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat bantuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Makassar tiba.
Siswa Kelas 6 SD BK Jono Oge itu menjadi pengungsi, setelah gempa dan likuifaksi memporakporandakan rumahnya di Jono Oge, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Jumat petang (28/9).
Melihat bantuan datang, Jois menghilang dari tenda untuk “berburu” pakaian bekas layak pakai yang dibawa oleh relawan.
Tubuhnya yang kecil menghilang di antara kerumunan orang dewasa. Entah apa yang ia dapatkan di sana.
Namun sebelum sempat menghilang, Jois sempat berujar: “Tidak ada apa-apa (kegiatan) hari ini (di tenda Kemendikbud). Kemarin sudah, hari Jumat nanti ada lagi.”
Jois hanya satu dari puluhan anak yang harus tinggal di tenda-tenda pengungsian yang didirikan tepat di atas sebuah lahan lapang nan gersang di Desa Pombewe di Kabupaten Sigi, bersama ratusan warga pengungsi lainnya. Hanya semak-semak yang mengering dan mayoritas berwarna coklat yang mengepung tenda-tenda mereka.
Baru tiga hari ini mereka mengungsi di tempat tersebut, membangun tenda-tenda seadanya beratapkan terpal plastik berwarna biru, jingga, hijau tua dan beralaskan tikar plastik seadanya.
“Di sini lebih mudah bantuannya, dekat jalan raya, jadi kami pindah ke sini,” kata pengungsi cilik lainnya Owen Michael (11) bercerita di bawah tenda putih yang menjadi ruang kelas belajar mereka untuk sementara waktu. Sebelumnya, mereka mengungsi di tempat yang lebih tinggi di wilayah yang sama.