Bersih Desa Polowijen Ingatkan Sejarah Nenek Moyang
Editor: Koko Triarko
MALANG – Acara bersih desa telah menjadi tradisi rutin yang dilakukan masyarakat di banyak daerah di Indonesia, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME. Di Malang, Jawa Timur, acara bersih desa juga terus dilestarikan, salah satunya di Desa Polowijen.
Panitia bersih desa Polowijen, Ki Demang, menyebutkan, acara bersih desa merupakan upacara selamatan atau tasyakuran sebagai bentuk rasa sukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar masyarakat diberikan kesehatan, keselamatan dan terhindar dari bencana apa pun.
“Rangkaian acara bersih desa Polowijen sudah dimulai sejak Jumat (28/9), dengan melakukan nyekar di punden dan selamatan di Petren,” ujarnya, Minggu (30/2018).

Kemudian pada hari ini, lanjutnya, diadakan karnaval dan kirab budaya mengenai tradisi yang ada di tengah masyarakat.
Menurutnya, selain sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, acara bersih desa juga ditujukan sebagai pelestarian tradisi dan budaya, khususnya budaya di Polowijen yang telah dijaga secara turun-temurun.
Disampaikan Ki Demang, tema bersih desa kali ini adalah ‘Panawijen Bangkit’ yang merefleksikan tiga fase kejayaan besar di Polowijen.
Pertama, yakni fase ketika dahulu Polowijen menjadi tempat Mandala Budha Mahayana Mpu Purwa, yang kemudian memiliki anak Ken Dedes, dan membuat sebuah pusat pendidikan dan penyebaran keagamaan.
“Nama Polowijen sebenarnya sudah ada sejak lama. Hal ini diterangkan dalam kitab Karundungan Kanjuruhan B, bahwa Polowijen sudah ada sejak 1074 tahun yang lalu,”ucapnya.
Fase berikutnya, adalah ketika kejayaan Majapahit runtuh, yang kemudian Islam masuk yang dibawa oleh buyut Jibris dan Eyang Suro. Mereka kemudian mendirikan pesantren yang disinyalir sebagai pondok pesantren pertama yang ada di Malang sekitar 1500an.
Fase selanjutnya adalah kebangkitan kesenian wayang topeng, yang digawangi oleh Ki Condro Suwono atau biasa disapa Buyut Reni.
