Mengenang Sejarah Perangko di TMII
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Museum Perangko Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjadi tempat bernostalgia mengenang kembali perangko, manakala dalam kejayaannya mampu menghantarkan isi hati yang terangkai dalam tulisan pena.
“Museum ini menjadi tempat nostalgia para kolektor perangko dan juga orang yang dulu sering memakainya untuk mengirim surat,” kata Tata Dekor Museum Perangko Indonesia TMII, Sarjono, kepada Cendana News, Sabtu (4/8/2018).
Menurutnya, banyak kolektor perangko yang berkunjung ke museum ini, begitu juga dengan pengunjung lainnya.

Mereka sangat antusias melihat ragam perangko sebagai sejarah bangsa yang patut dibanggakan. Karena setiap perangko yang diterbitkan memiliki tema berbeda, ada perjuangan kemerdekaan, khazanah budaya, pariwisata, dan lainnya.
Museum ini adalah wahana untuk memamerkan perangko yang didirikan atas gagasan Ibu Tien Soeharto. Gagasan itu muncul, saat Ibu Tien mengunjungi pameran perangko PT. Pos Indonesia (Persero) pada acara Jambore Pramuka Asia Pasifik VI di Cibubur, Jakarta Timur pada Juni 1981.
Atas gagasan Ibu Tien Soehato, Museum Perangko ini kemudian dibangun di komplek TMII di atas lahan seluas 9.590 meter persegi. Bangunan berdesain ukiran Jawa-Bali ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 29 September 1983.
“Perangko ini sejarah bangsa, Ibu Tien sangat peduli untuk melestarikannya dengan menampilkan ragam tema perangko di museum ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bangunan museum ini bergaya Jawa-Bali, menggambarkan khazanah budaya bangsa. Terlihat dengan gapura masuk Candi Bentar. Selain berfungsi sebagai pintu, gapura ini juga menjadi pemisah antara halaman luar dan halaman komplek bangunan.
Di halaman depan terdapat bola dunia dengan burung merpati membawa surat di paruhnya. Ini lambang tugas PT Pos Indonesia (Persero) telah menjangkau seluruh dunia.
Dari halaman depan, lalu melangkah ke pendopo besar yang empat sisinya terbuka. Ukiran Jawa -Bali begitu kental menghiasi pendopo ini.
Di depan pintu masuk ke ruang Museum Perangko berhias suluran, dan terdapat pula patung Hanoman. Dalam pewayangan, Hanoman adalah raja kera atau dhuta dharma untuk berkirim kabar kepada Shinta yang tengah dikurung Rahwana di Kerajaan Alengka.
“Hanoman adalah duta dharma membawa berita, yang misinya sama dengan PT Pos Indonesia. Museum ini pun membawa berita sejarah perangko Indonesia,” kata Sarjono.
Di samping kiri dan kanan pintu masuk museum, tersaji dua lukisan gaya Bali karya pelukis Wayan Sutha S. Lukisan ini mengisahkan pewayangan versi Bali, yakni pada masa sebelum kertas dikenal seperti sekarang ini. Surat-menyurat menggunakan ron daun tal untuk menceritakan isi hati kepada seseorang yang dituju.
Pemandangan saat masuk Museum Perangko Indonesia disambut perangko berukuran besar gambar Ibu Tien Soeharto, dengan nominal 700, yang dipasang di tengah-tengah ruangan tersebut.
“Persegi delapan bermakna mata angin, di dalamnya terdiri tujuh penyajian sejarah perangko. Saat memasuki ruangan ini, mata kita langsung tertuju pada perangko besar gambar Ibu Tien, itulah mata angin menyejukkan,” ungkap Sarjono.
