Anjungan Sulawesi Tengah, Khazanah Budaya Pemersatu Nusantara
Editor: Mahadeva WS
Disamping kolam, berdiri kokoh rumah adat bangsawan Kaili bernama Souraja, yang banyak berdiri di pantai. Rumah adat berbahan kayu tersebut, dijadikan bangunan utama anjungan. Teras rumah Souraja terasa teduh, dengan nuansa kayu pelitur berpadu ukiran fauna khas Sulawesi Tengah.
Rumah adat ini memiliki beberapa ruangan. Ruang depan, dinamakan lonta karavana, digunakan sebagai ruang tamu. Ruangan ini dilengkapi beragam hiasan dari kain sulam berwarna-warni khas Kabupaten Poso. Ruang tengah atau lonta tatangana, berfungsi sebagai ruang pertemuan keluarga besar. Namun di anjungan ini difungsingkan sebagai tempat peragaan pengantin bangsawan Kaili.
Sedangkan ruang dalam, yang dinamakan lonta riarana, terdiri dari kamar tidur pengantin, kamar anak gadis, kamar bujang, kamar orang tua, dan tamu. Untuk kamar tidur yang ditempati pasangan suami istri yang sudah memiliki anak bayi, ditempatkan pula diorama tempat tidur bayi, lengkap dengan ornamen sapu lidi dan kayu-kayuan disudut tempat tidurnya. “Sapu lidi merupakan tradisi atau kearifan lokal masyarakat Indonesia untuk mengusir roh halus,” jelas Amin.
Terakhir adalah ruang avu atau dapur. Ruangan ini terletak bagian belakang rumah. Posisnya tersambung dengan bagian utama rumah, melalui sebuah jembatan penghubung yang sudah didesain sedemikian rupa, agar tidak nampak dari luar, bahwa ada ruangan yang sambung menyambung menjadi satu di dalam rumah.
Rumah adat kedua adalah Lobo, rumah adat ini berbahan kayu hitam, berbentuk memanjang, bersanggah tiang. Rumah adat ini sebagai balai pertemuan atau pengadilan adat, untuk membahas berbagai masalah. Beberapa ukiran melambangkan sebuah sanksi, terpajang di rumah adat tersebut. Begitu juga ukiran perempuan dan pria perlambang kesuburan menghiasi rumah Lobo.