Pedagang Batagor dan Siomay Stop Sementara Gunakan Telur

Editor: Makmun Hidayat

Pada hari normal, Wali menyebut menjual sekitar 30 butir telur atau sebanyak dua kilogram. Telur tersebut diakuinya dijual sebagai pelengkap menu batagor lengkap dengan kentang rebus. Sehari dari penjualan batagor, dirinya bisa mendapatkan omzet sekitar Rp440.000 ditambah telur rebus yang laku Rp60.000 total bisa dibawa pulang sebesar Rp500.000 perhari.

Sebanyak lima kilogram bahan baku batagor diakuinya dijual keliling ke sekolah, perkampungan dan objek wisata.

Keputusan tidak menjual telur rebus diakuinya disebabkan harga telur sudah mencapai Rp27.000 di pasar Kalianda. Imbasnya ia menyebut perbutir telur sudah mencapai Rp1.800 sehingga saat dijual dengan harga Rp2.000 perbutir dalam kondisi telur rebus keuntungan yang diperoleh kecil.

Batagor yang dijual perporsi Rp5.000 diakui Wali kerap dibeli oleh warga saat berada di lokasi wisata dan sejumlah lokasi saat dirinya menjajakan batagor dengan gerobak dorong.

“Saya stop menyediakan tambahan telur rebus karena harga telur mentahnya sudah mahal di pasaran dalam beberapa bulan ini,” tegas Wali.

Serupa dengan pedagang batagor, pedagang siomay dengan bahan baku nyaris sama. Pembuatan kuliner siomay disebut Dendi (28) menggunakan bahan ikan tenggiri, tepung aci, tepung ditambah beragam bumbu.


Dendi, salah satu pedagang siomay tidak menggunakan telur rebus sebagai pelengkap berjualan setelah harga telur naik – Foto: Henk Widi

Bumbu yang digunakan diantaranya gula, garam, bawang putih, bawang goreng dan penyedap rasa. Penggunaan telur diakuinya kerap menjadi pelengkap bersama tahu, kol, pare, kentang.

Lihat juga...