Musim Kemarau, Bantu Produsen Batu Bata Atasi Pengeringan
Editor: Satmoko Budi Santoso
“Saat musim kemarau proses pengeringan memang lebih cepat namun tentunya pasokan air sulit harus kami beli karena jauh dari sungai,” beber Tukino.
Kondisi musim kemarau yang menguntungkan untuk proses pengeringan, merugikan untuk kebutuhan air, diakui Sainah (50) pembuat batu bata di desa Belambangan kecamatan Penengahan.
Pembuat batu bata tanah merah menggunakan mesin tersebut mengaku bisa memproduksi batu bata sebanyak 5000 buah per hari. Kendala pasokan air juga diakui Sainah dampak dari musim kemarau berimbas air harus dibeli dengan tangki.
“Permintaan akan batu bata masih tetap lancar hanya saja kendala pasokan air harus dibeli, sehingga biaya operasional untuk air lebih banyak,” terang Sainah.
Air yang sudah dibeli, disebut Sainah, ditampung dalam kolam terpal tebal dengan sistem menggunakan tangki. Satu tangki air yang disedot dari sungai menyesuaikan jarak berisi sekitar 5000 liter dibeli dengan harga Rp250 ribu.
Selain bisa dipergunakan untuk proses penghalusan tanah bahan pembuatan batu bata, air dipergunakan untuk mencuci peralatan dan mesin pembuat batu bata.
Meski harus membeli air, Sainah menyebut, pembuat batu bata lebih cepat melakukan pengeringan. Setelah dikeringkan selama satu hari, batu bata bisa dipindah ke tobong atau lokasi pembakaran batu bata. Demi efisiensi penggunaan kayu bakar yang harus dibeli, pembakaran baru akan dilakukan saat batu bata mencapai lebih dari 50.000 buah.
Pembeli kerap sudah datang ke tobong sepekan sebelum batu bata dibakar sehingga sepekan pascadibakar batu bata bisa dikirim ke konsumen.