DENPASAR – Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali, membentuk tim untuk terus memantau dampak dari kebakaran kapal ikan di dermaga Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, terhadap keberadaan tanaman bakau atau mangrove di sekitar kawasan pelabuhan.
“Kami berharap, kejadian tersebut segera ditangani dan tidak ada dampak yang merusak hutan mangrove di perairan Teluk Benoa,” kata pendiri FPM, Heru Budi Wasesa, di Denpasar, Rabu (11/7/2018).
Menurutnya, dari pengalaman sebelumnya, ketika pipa oli bocor beberapa tahun lalu di pintu masuk Pelabuhan Benoa, dampaknya sejumlah mangrove yang ada di sekitarnya beberapa bulan kemudian mengering dan mati.
Heru Wasesa mengatakan, tim FPM sudah turun ke lapangan memantau dan melihat kondisi mangrove pascakebakaran tersebut. Setiap minggu dievaluasi pada titik mana saja yang terkena limbah oli akibat kebakaran itu.
“Kami berharap, pemerintah dan instansi terkait lebih cermat menyikapi permasalahan kebakaran tersebut, sehingga tidak sampai merusak tanaman bakau yang berada di kawasan Teluk Benoa,” ujarnya.
Heru Wasesa juga mempertanyakan peran sejumlah pejuang lingkungan hidup dalam menyampaikan kepedulian terhadap ancaman nyata kelestarian hutan mangrove akibat kebakaran tersebut.
“Ke mana para pejuang tolak reklamasi dan para selebritis tolak reklamasi yang katanya cinta terhadap lingkungan dan kawasan tersebut? Apa peran nyata mereka, terutama dalam kejadian kebakaran ini, dan peran mereka selama ini terhadap perawat itu ke hutan mangrove?” ucapnya.
Ia mengatakan, peristiwa kebakaran tersebut bukan cuma berbicara tentang nilai kerugian kebakaran secara materi, tetapi juga kerugian lingkungan hidup, karena kebakaran ini pasti berdampak dan merembet ke hutan bakau.
Heru Wasesa berharap, mereka yang benar-benar berjuang merawat hutan mangrove selama ini tidak menjadikan kawasan kawasan tersebut hanya kepentingan politis dan mencari popularitas untuk kepentingan diri dan kelompok.
Menurut dia, kalau memang pemerintah tebang pilih, maka atas dasar keadilan untuk kawasan Teluk Benoa, sebaiknya dimoratorium untuk kepentingan dan kelestarian lingkungan, dan semua yang ada di atas harus kembali menjadi daerah konservasi dengan segala aturan yang berada di dalamnya.
Sementara itu, Pengurus Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Provinsi Bali, menduga 40 kapal ikan yang terbakar di Pelabuhan Benoa, Denpasar, tidak didaftarkan sebagai peserta asuransi oleh pemiliknya.
“Sepertinya 40 kapal yang terbakar ini tidak diasuransikan oleh perusahaan yang rata-rata kapal yang terbakar ini hampir semua merupakan anggota ATLI,” kata Ketua II ATLI Provinsi Bali, Agus Dwi Siswantaputra, Selasa (10/7).
Ia menuturkan, dahulu anggota ATLI memang ingin mengangsuransikan kapal mereka yang terbuat dari kayu, dan didatangi sejumlah perusahaan asuransi. Namun, pihak perusahaan asuransi tidak berani menindaklanjuti, karena kapal seluruh ATLI terbuat dari kayu berlapis fiber. (Ant)