MK Keluarkan Regulasi Khusus Calon Tunggal di Pilkada

Editor: Mahadeva WS

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi, M Guntur Hamzah – Foto M Hajoran Pulungan

JAKARTA – Banyaknya calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) membuat aturan khusus mengenai hal itu.

Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No.6/2018 mengatur tentang daerah yang menggelar pilkada dan hanya diikuti satu pasang calon kepala daerah. “MK membuat regulasi khusus calon tunggal untuk menghadapi kotak kosong pada pilkada serentak besok. Berupa PMK Nomor 6 tahun 2018, sebagai representasi dari kotak kosong,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK M Guntur Hamzah, Selasa (26/6/2018).

Proses penyelesaian sengketa hasil pilkada calon tunggal berbeda dengan yang bukan calon tunggal. Untuk pilkada calon tunggal, sengketa gugatan bisa diajukan oleh Pemantau Pemilu seperti LSM, apabila yang menang adalah calon tunggal. “Jadi representasi dari calon tunggal dengan kotak kosong ini adalah adalah para Pemantau Pemilu yang akan mengajukan gugatan ke MK, seperti LSM. Dengan syarat LSM tersebut sudah terakreditasi di KPUD di daerah tersebut,” jelas Guntur.

Sementara jika, di pilkada tersebut kotak kosong yang menang, yang akan melakukan gugatan penyelesaian adalah pasangan calon. “Warga bisa mengajukan gugatan, sepanjang ia tergabung dalam Pemantauan Pemilu dan mempunyai akreditasi dari KPU sebagai pemantau pemilu jadi tidak masalah. Karena nanti pasti di validasi keabsahannya,” ungkapnya.

Sementara jika yang menang adalah kotak kosong dan dikuatkan oleh Putusan MK, maka yang akan menjadi pemimpin di daerah tersebut menurut Guntur adalah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah sampai digelarnya pilkada serentak berikutnya. “Kalau ternyata kotak kosong menang melawan calon tunggal, artinya berdasar UU Pilkada kepala daerah nantinya dipimpin oleh Pelaksanaan tugas sampai dilakukan pilkada serentak berikutnya,” sebutnya.

Lihat juga...