Konde Ibu

CERPEN MASHDAR ZAINAL

IBU tak pernah pergi tanpa kondenya. Ibu begitu mencintai kondenya. Sebab, kata ibu, konde adalah mahkota bagi perempuan. Mungkin karena alasan itu, ibu nyaris tak pernah memotong rambutnya.

Sewaktu muda, ibu memiliki rambut yang sangat panjang, hingga ketika rambut itu diurai, rambut itu bisa menutupi pinggulnya. Dan rambut ibu selalu beraroma gurih kelapa.

Aku sempat bertanya-tanya, apakah rambut sepanjang itu tidak merepotkan, apakah telinga dan leher ibu tidak dijangkiti geli dan gatal-gatal lantaran rambut yang kelewat panjang itu? Kata ibu, ibu sudah terbiasa mengatasinya.

Ketika mandi, ibu akan menggelung rambutnya di atas kepala, serupa gumpalan kue ajaib yang mungkin datang dari luar angkasa. Tentu lain cerita ketika ibu ingin mencuci rambutnya, mencuci rambut tidak berarti mandi.

Ibu bisa merendam rambutnya dalam belanga gerabah miliknya, lalu menaburkan serbuk-serbuk pencuci rambut dari abu merang, menguceknya serupa mengucek kemeja, lalu menghandukinya perlahan-lahan, dari ujung sampai ke pangkal.

Lalu membiarkan rambut itu tergerai di atas pangkuannya, hingga rambut itu benar-benar kering. Setelahnya, ibu akan mengoleskan sari minyak kelapa bikinannya sendiri. Hingga rambut itu pekat berkilap-kilap, seperti ditimpa cahaya. Begitulah ibu merawat rambutnya.

Jadi, setiap kali hendak pergi, entah itu ke kondangan, jalan-jalan, atau sekadar silaturahim ke rumah kerabat, hal pertama yang didandani ibu adalah kondenya.

Di depan meja rias di kamarnya, telah berjajar rapi aneka perlengkapan untuk konde kesayangannya, mulai dari kain pengikat, kain tipis peringkus gelung, seperangkat kembang-kembangan penghias, sampai tusuk konde yang beraneka bentuk.

Lihat juga...