Film Lima, Representasi Lima Sila Pancasila

Editor: Satmoko

Saat menghadapi petugas, Adi beberapa saat lamanya diam karena bingung mau bicara apa. Sang petugas mengingatkan, bahwa kalau tidak mengatakan fakta yang sebenarnya itu sama saja melindungi pelaku, bukan melindungi korban!

Lalu Fara menghadapi masalahnya sendiri sebagai pelatih renang: menentukan atlet yang dikirim ke pelatnas, tanpa unsur ras dalam penilaian. Ia menghadapi tantangan dari pemilik klub. Padahal para muridnya tak pernah mempermasalahkan warna kulit mereka.

Lantas Aryo, harus menjadi pemimpin dalam persoalan warisan. Hal itu dikarenakan notaris (Rangga Djoned) datang mendadak dan mereka tentu saja belum siap. Sempat terjadi ketegangan, Adi menganggap itu siasat Aryo yang baru saja kena PHK dan kemudian menjadi pengangguran sehingga membutuhkan banyak uang untuk buka usaha baru. Memang persoalan warisan sangat riskan sehingga cukup penting adanya poin kebijaksanaan dalam musyawarah.

Terakhir, Bi Ijah (Dewi Pakis), pembantu yang setia, terpaksa pulang kampung untuk menyelamatkan Agus (Aji Santosa) dan Noni (Eliza), kedua anaknya, yang didakwa mencuri beberapa batang kayu dari perusahaan besar. Ijah menuntut keadilan yang seringkali tak mampir ke orang kecil seperti dirinya.

Film ini menyadarkan kita dengan berbagai persoalan sosial dan keluarga yang mendasar dan biasa terjadi di Indonesia. Film ini pun digarap bersama lima sutradara, yaitu Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Lola Amaria, Harvan Agustriyansyah, dan Adriyanto Dewo.

Mereka berlima merepresentasikan lima sila dalam Pancasila. Masing-masing menyutradarai satu babak, yang merepresentasikan setiap sila dalam Pancasila. Hebatnya, pergantian dari sila satu ke sila lainnya nyaris tak terasa, seperti lebur dalam satu kesatuan film yang utuh.

Lihat juga...