Buruh Kapal Ikan Asing yang Terabaikan
OLEH MUHAMAD KARIM
Sialnya, mereka tak mendapatkan hak-haknya sesuai Konvensi ILO No 188/2007 yang mengategorikan pekerjaan berbahaya. Pasalnya, aturan ini memastikan ABK mempunyai kondisi kerja layak dan memenuhi persyaratan minimal bekerja di kapal.
Kondisi layak mencakup, standar persyaratan layanan akomodasi dan makanan, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, serta perawatan kesehatan dan jaminan sosial.
Sayangnya, Indonesia belum meratifikasi. Padahal jumlah orang Indonesia jadi ABK kapal asing 217.665 orang (Kompasiana.com/30/9/2015). Taiwan merupakan negara yang paling banyak menggunakan jasa orang Indonesia. Meskipun Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik.
Hingga kini, permasalahan krusial ABK Indonesia di kapal asing, pertama, soal gaji. Mereka menerima gaji rendah, kerap tak dibayar hingga mengalami manipulasi gaji dalam kontrak kerja. Gaji ABK kapal ikan US$150 per bulan jauh dibandingkan pelaut kapal niaga US$ 550 -US$ 12.000 per bulan.
Kedua, perlakuan yang tidak manusiawi dan kondisi kerja yang buruk. Mereka tak diberi makan dan waktu istrahat memadai untuk pemulihan fisik, diperlakukan persis budak. Dalam sehari mereka paling banter istirahat 3 jam untuk tidur. Setelah itu bekerja lagi tanpa henti sekitar 14-18 jam. Parahnya lagi, kapalnya tak sandar di pelabuhan hingga setahun.
Ketiga, tak mendapatkan jaminan hukum dan dokumen resmi sehingga posisinya lemah, seperti paspor, dan buku pelaut. Mereka pun tak memiliki izin tinggal di negara kapal berlabuh. Tak mendapatkan jaminan hukum bila melakukan tindakan perkelahian/pidana, terlibat perikanan ilegal hingga penyelundupan narkoba.