Pemberian Sanksi Dosen “Bercadar” IAIN Buktinggi Tidak Sesuai Prosedur
Editor: Irvan Syafari
PADANG — Pihak Perguruan Tinggi Islam IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Bukitinggi, Sumatera Barat, memenuni panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat hari ini. Meski surat pemanggilan ditujukan kepada rektor, namun yang hadir mewakili Kepala Biro Administrasi Umum, Akademik, dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi.
Pelaksana Tugas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Adel Wahidi mengatakan pemanggilan yang dilakukan untuk rektor IAIN Bukittinggi itu seiring masuknya laporan dari salah seorang dosen IAIN Bukittinggi yang diberi sanksi oleh pihak kampus, karena dinilai melanggara kode edit dalam mengenakan cadar disaat jam mengajar.
“Dari pihak pelapor yang beberapa waktu lalu diwakili oleh suaminya telah kita dengar penjelasannya. Supaya informasi yang kita peroleh berimbang, makanya perlu untuk memanggil pihak kampus IAIN Bukittinggi,” katanya, Senin (30/4/2018).
Ia menyebutkan ada beberapa poin kebijakan pihak kampus IAIN Bukittinggi yang menyalahi aturan dalam pemberian sanksi kode etik terhadap dosen. Menurutnya sanksi yang diberikan oleh pihak kampus itu, tidak berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan Dosen (DKD), sehingga dinila tidak sesuai dengan prosedur.
Adel menjelaskan, untuk prosedur dalam memberikan sanski itu, haruslah dibentuk terlebih dahulu Dewan Kehormatan Kode Etik Dosen. Wewenang penuh berada di Dewan Etik, namun sanksi pertama dikeluarkan pihak kampus tanggal 4 Desember kepada Hayati Syafri yang merupakan seorang dosen Bahasa Inggris berstatus PNS. Padahal dari surat yang diterimanya, Dewan Etik baru terbentuk tanggal 28 Desember 2018.
“Ombusman menilai telah terjadi maladministrasi dalam pemberian sanksi kepada dosen Hayati Syafri. Seharusnya, Senat IAIN juga harus memberikan pertimbangan terhadap pemberian saksi tersebut,” sebutnya.