Trisno menyebut, sebelum tampil dalam satu pertunjukan dalam satu pekan seluruh pemain musik dan wayang rutin berlatih. Latihan tersebut diakuinya untuk menyamakan alunan musik para pemain dan gerakan yang dilakukan para wayang atau penunggang kuda lumping. Sepekan latihan dilakukan pada malam hari di sanggar Sari Budoyo.
Selain melatih musik, gerakan, alunan lagu kuda lumping pada perkembangan zaman modern disebut Trisno kerap diiringi dengan musik keyboard. Lagu iringan didominasi lagu Jawa di antaranya Caping Gunung, Bojo Loro, serta lagu-lagu lain di antaranya lagu Sunda dan lagu Lampung. Selain itu kini lagu-lagu dangdut dan lagu nasional mulai dilagukan untuk mengiringi gerakan setiap pemain wayang.
Perkembangan kesenian kuda lumping diakui Trisno bahkan mulai disukai oleh berbagai usia baik pemain hingga penonton. Sejak tahun 2000 Trisno mengaku semula pemain kuda lumping dan pemain musik didominasi kaum tua namun kini generasi muda mulai terlibat. Kondisi tersebut menjadi sebuah upaya untuk melestarikan kesenian tradisional tersebut.
“Hiburan ini sekaligus kerap menjadi pertunjukan wisata karena kerap ada festival kuda lumping setiap HUT RI selain untuk ditanggap hajatan,” papar Trisno.
Krisbiantoro, salah satu generasi muda bersama rekan lainnya Karyono mengaku sejak kecil menyukai kuda lumping. Sebagai sebuah kesenian tradisional kuda lumping menjadi hiburan berbagai kalangan.