Cengkau, Pekerjaan Sampingan Warga di Lamsel
Editor: Koko Triarko
“Saya pernah merugi sebagai cengkau cengkih karena salah estimasi harga dengan membeli mahal dari petani, namun saat dijual ke agen harga tengah anjlok,” papar Amin.
Amin menyebut, pernah membeli komoditas cengkih dari petani dengan harga berkisar Rp10.000 per kilogram, hingga kini mencapai Rp102.000 per kilogram. Selain itu, harga kopi arabica yang semula pernah mencapai harga Rp5.000 per kilogram menjadi seharga Rp25.000 per kilogram.
Kakao yang pernah dijual seharga Rp4.000 per kilogram, kini mencapai harga Rp30.000. Pergerakan harga sepanjang tahun dan musim diakuinya terus dipantau sebagai modal sebelum berkeliling mendatangi petani.
Pekerjaan sebagai cengkau dimulai dengan bermodalkan sepeda dan kini mempergunakan kendaraan bermotor. Bagi cengkau yang sukses, sebagian sudah bisa membeli kendaraan mobil untuk proses distribusi pembelian hasil perkebunan warga.
Amin mengaku, pada musim panen kakao bulan April menyediakan modal sekitar Rp5 juta untuk membeli kakao dari petani. Pengetahuan tentang kadar air menggunakan alat pengukur kadar (moisture meter) dan secara kasat mata menjadi bekal baginya sebagai cengkau.
“Saat memegang kopi, kakao saya sudah harus bisa memperkirakan tingkat kadar air untuk menentukan harga beli dan bisa memperoleh selisih setelah saya jemur ulang,” beber Amin.
Saat ini, petani kakao dengan penjemuran satu hari berkadar air di atas 10 persen dibeli seharga Rp22.000 per kilogram. Pembelian kakao berkadar air tinggi tersebut selanjutnya dijemur selama maksimal empat hari hingga kadar air mencapai 8 persen bahkan 5 persen.
Kadar air delapan persen pada jenis kakao kualitas baik dijual ke agen seharga Rp29.000 dan kadar air 8 persen dan Rp33.000 dengan kadar air 5 persen. Jika salah estimasi, risiko kerugian dipastikan akan dialaminya.