Berpantun, Ajarkan Nilai Moral kepada Generasi Muda

Editor: Satmoko

Rohili yang lahir dan besar dalam tradisi kental Lampung menyebut dalam kebiasaan saat dirinya kecil kerap ada anak anak yang dipangku di kaki oleh orang tuanya. Jika ada lima anak, maka secara bergantian sang kakek atau ayah memangku anak dan cucu sembari mendengarkan dendangan lagu.

Dendangan lagu yang penuh dengan pantun bertutur tersebut rata rata merupakan nasihat bagi anak dan generasi muda. Salah satunya dalam ilmu agama agar anak anak rajin shalat dan mengamalkan agama Islam.

Secara umum nasihat bagi generasi muda dilakukan untuk berbakti pada orangtua, menghargai alam, berbuat kasih dan kebaikan. Kegiatan tersebut diakuinya kerap dikenal dengan warahan atau pengajaran melalui lagu.

“Sayang sejak zaman modern dengan adanya gawai dan televisi anak anak sudah tidak mengenal cua cua pulaku yang diisi dengan tradisi warahan,” terang Rohili.

Berangkat dari keprihatinan tersebut ia bersama anggota sanggar seni Sai Buai mulai kembali melestarikan tradisi melalui musik tradisional. Beberapa pemain dan anggota sanggar Sai Buai di antaranya Riki, Zaelani, Jupri, Koidir, Samsuri, Hazizi, Saprizal, Meli, Kandar dan beberapa orang lain masih terus aktif membesarkan sanggar Sai Buai.

Ahmad Zaelani, sekretaris desa Palembapang sekaligus anggota sanggar Sai Buai [Foto: Henk Widi]
Tema-tema lagu bernilai pesan agama dan moral disebutnya mendominasi setiap lagu yang ditampilkan saat grup musik sanggar Sai Buai ditanggap. Meski ditanggap dengan kisaran Rp2,5 juta sekali manggung, ia menyebut, misi untuk melestarikan dan menyampaikan pesan moral melalui lagu berpantun menjadi tujuan utama. Kecintaannya pada kesenian musik tradisional Lampung bahkan disebutnya sudah dilakukan sejak masih bujang.

Lihat juga...