Peran Penting Soeharto, Soedirman, dan Sultan dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949

Oleh Eko Ismadi*

Eko Ismadi -Foto: Ist.

Peranan jenderal Soedirman, dapat dikorelasikan dari penjelasan Bapak Marsudi yang mengungkapkan, ”Sebelum bertemu Soeharto, Sri Sultan pada 1 Februari berkirim surat kepada Panglima Besar Soedirman dan kemudian dijawab oleh Soedirman agar menghubungi Letkol Soeharto di Blibis.”

Menurut Presiden Soeharto ketika saya bertemu di Kalitan, setelah kembali dari Serangan Umum, Pak Harto menghadap Jenderal Soedirman, disaksikan oleh Soepardjo Rustam, ajudan dari TNI AD. Soeharto mengatakan, ”Pak ….. Serangan Sudah dilaksanakan.” Menurut Pak Harto, ”Beliau hanya diam saja … tidak menjawab. Akhirnya, saya kembali ke markas.”

Penjelasan tersebut diamini oleh Komarudin, yang salah hitung hari. Penjelasan Presiden Soeharto sejalan dengan yang disampaikan Sultan HB IX dalam buku biografi beliau yang berjudul biografi Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX, di mana dikutip: “Waktu telah mendesak, ketika itu telah pertengahan Februari. Segera ia mengirim kurir untuk menghubungi Jenderal Soedirman di persembunyiannya, meminta persetujuannya untuk melaksanakan siasatnya dan untuk langsung menghubungi komandan gerilya…”

Berdasarkan dua fakta di atas, sebenarnya, kedua pejabat negara tersebut adalah seorang profesional sejati di masanya. Saling menghargai dan tenggang rasa daalam melaksanakan komunikasi kerja dengan benar. Ini terbukti, ketika setelah perang gerilya selesai, Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta. Hubungan antara ketiganya juga tidak bermasalah dan saling mencurigai.

SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 DALAM NASIONALISME INDONESIA

Bagi penulis, peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949 terhadap Yogyakarta ini merupakan wujud pelaksanaan dari perintah Jenderal Soedirman yang terkenal dengan perintah Siasat No 4, melakukan perlawanan terhadap terhadap Belanda, menampilkan Letkol Soeharto sebagai komandan pasukan TNI yang menyerang dan bertempur.

Lihat juga...