Made Sutame Ajak Generasi Muda Lestarikan Budaya Bali Melalui Ogoh-Ogoh

Menurut Sutame sebagai bagian budaya dan kesenian Bali festival ogoh-ogoh mulai kerap dilakukan di Kecamatan Ketapang sejak 2011. Beberapa desa dengan mayoritas memeluk agama Hindu, seperti Tridharmayoga, Ruguk, Sumur, Sripendowo, Tamansari, Bangunrejo kerap melakukan festival ogoh-ogoh.

Festival ogoh-ogoh tingkat kabupaten Lampung Selatan sudah diselenggarakan pada 2017 di Kecamatan Way Panji sebagai agenda wisata dan budaya.

Ogoh-ogoh sebagai sebuah kesenian tiga dimensi pembuatan ogoh-ogoh membutuhkan niat, kesiapan finansial dan kebersamaan. Berdasarkan semangat tersebut laki laki yang dipanggil Sutame itu mulai memperkenalkan pembuatan ogoh-ogoh kepada generasi muda sejak usia SMP hingga SMA sejak lima tahun terakhir, di sela-sela kesibukannya di perusahaan pembuatan beton.

“Sebagai pemeluk agama Hindu Bali saya terkadang prihatin karena sebagian ogoh-ogoh dibeli dari pembuat ogoh-ogoh, bukan salah, tapi alangkah sayang potensi generasi muda tiap banjar tidak dimaksimalkan,” paparnya.

Ia menyebut, saat ini akibat perkembangan zaman dengan kesibukan pekerjaan, budaya dan kesenian yang dimanifestasikan dalam ogoh-ogoh sebagian dibeli. Harga ogoh-ogoh disebutnya bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp4 juta tergantung ukuran dan kerumitan pembuatan. Padahal dengan adanya kegotongroyongan setiap banjar bisa membuat ogoh-ogoh secara mandiri.

“Anak anak muda akan mengetahui estimasi biaya,menyalurkan kreasi dan mengatur waktu pembuatan agar bisa selesai minimal sepekan sebelum Nyepi,” papar Sutame.

Ia menyebut selain mengajak anak muda mengekspresikan nilai religius agama Hindu, kesakralan pembuatan ogoh-ogoh merupakan seni dan budaya yang harus dilestarikan generasi muda.

Lihat juga...