Politik Baru Kelautan Dunia
Oleh: Muhamad Karim*
Gagasan Menteri Kelautan dan Perikanan, RI Susi Pudjiastuti soal “hak kelautan” (ocean right) yang disampaikan lewat World Ocean Day (WOD) di PBB, medio 2017 silam patut diapresiasi, sebagai instrumen baru politik kelautan dunia. Hal ini penting dalam konstalasi politik kelautan dunia kekinian yang diwarnai maraknya kejahatan transnasional. Meski sejak tahun 1982 telah ada ketentuan hukum laut internasional (UNCLOS, 1982), tapi belum mengakomodasi hak kelautan. UNCLOS 1982 lebih mengatur kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan. Makanya, Indonesia menginisiasi pentingnya hak kelautan sebagai komplementer UNCLOS 1982. Apakah substansi hak kelautan ini?
Hak Kelautan
Gagasan mendorong pentingnya hak kelautan bagi seluruh negara yang memiliki laut dan kekayaan sumber dayanya bukan tanpa sebab. Pertama, kian masifnya kejahatan yang mengeksploitasi sumber daya kelautan mulai dari terutama illegal, unreporter, unregulated fishing (IUUF), pencemaran laut dan pesisir akibat aktivitas industri hingga perdagangan biota laut yang dilindungi semacam ikan arwana, bibit lobster, belut laut, dan penyu.
Kedua, belum adanya payung hukum internasional yang memadai dan mengakui pentingnya hak kelautan sebagai bagian dari ekosistem bumi terluas yang memiliki peran biogeokimia dalam menjaga keseimbangan iklim. Ketiga, ketergantungan sebagian penduduk bumi terhadap ruang laut, ekosistem hingga kandungan sumber dayanya sebagai alur transportasi, penyedia sumber pangan dan energi (minyak dan gas lepas pantai) serta penyedia jasa lainya (wisata alam).
Bila usulan Ibu Susi mendapatkan respon dari komunitas kelautan dunia, dan Indonesia serius memperjuangkannya bakal jadi momentum baru yang mengubah peta politik kelautan dunia pasca 60 tahun Deklarasi Djuanda 13/12/1957. Indonesia akan menjadi pemain utama dalam politik kelautan dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Apa implikasinya secara ekonomi dan ekologi politik bagi Indonesia? Paling mendasar dan vital adalah Indonesia bakal mereduksi perampasan “ruang laut” dan “sumber daya”nya yang masif dalam tiga dekade terakhir. Bentuknya, praktik illegal, unreported dan unregulated fishing (IUUF), aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan laut, proyek reklamasi, bisnis berkedok konservasi, perdagangan ilegal biota endemik, dan perampasan lahan rakyat di pesisir buat bisnis.