Masa Depan Literasi, Masa Depan Bangsa
OLEH TJAHJONO WIDARMANTO
Para pengelola perpustakaan hidupnya asing dengan buku. Gedung-gedung sekolah megah dan gagah tapi perpustakaannya kecil dan koleksi bukunya hanya sekedar. Siswa-siswa malas membaca buku, hanya pintar mencari data sepotong-sepotong dari google lalu ramai-ramai copy paste tanpa menalar, menelaah dan mengkritisi data.
Guru-gurunya pun setali tiga uang, memiliki rumah-rumah besar, mempunyai mobil-mobil mewah, namun tak punya perpustakaan pribadi, tak mau menyisihkan secara rutin dana untuk membeli buku sehingga hanya bangga dan takjub dengan buku-buku jadul yang jumlahnya tak lebih dari bilangan jari. Malas menulis tapi ajeg naik pangkat melalui manipulasi-manipulasi tulisan.
Dunia literasi, jagat literer, dunia teks adalah jagat pemikiran. Sebuah teks tak berhenti menjadi teks semata. Teks tak akan pernah final. Setiap teks akan melahirkan rangsangan-rangsangan pemikiran. Sebuah teks hanyalah sebuah halte yang akan berlanjut menuju halte-halte lain, berlanjut ke teks-teks lain.
Ketika kita mengingkari dan menjauh dari dunia literasi, maka kita pun menjauhi dunia pemikiran. Semakin jauh kita dari dunia pemikiran, maka kita akan menjadi bangsa yang anonim, bangsa yang tak dikenal, bangsa yang tak diperhitungkan, bangsa yang hampa dengan gagasan-gagasan.
Melalui bukunya yang cemerlang berjudul Dream World and Catastrophe (2003), Susan Buck Morss, menegaskan, peran sangat penting aksara dalam membentuk peradaban. Melalui literasi bisa dikukuhkan identitas peradaban sebuah bangsa. Semakin sebuah bangsa jauh dari literasi, semakin kabur identitasnya sebagai bangsa. ***
Tjahjono Widarmanto, sastrawan, guru SMAN 2 Ngawi. Tinggal di Ngawi Jawa Timur