JAKARTA – Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian bersama United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia sepakat menyusun rekomendasi mengenai kebijakan pengelolaan limbah industri di Tanah Air yang lebih baik.
kata Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur mengatakan, untuk kesepakatan tersebut, Kemenperin bersama UNDP menyelenggarakan seminar untuk membuat ruang dialog dan penjaringan ide pembelajaran dari semua pemangku kepentingan. “Tujuan langkah sinergi ini, antara lain, untuk mewujudkan prinsip industri hijau serta peningkatan daya saing dan membangun manufakur nasional yang berkelanjutan,” tandasnya, Senin (8/1/2018).
Dengan adanya prosedur tetap yang disusun dan disepakati, diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahan pencemar organik yang persisten atau Persistent Organic Pollutants (POPs) dalam produksi di dunia industri.
Salah satu bahan kimia berbahaya yang terdaftar sebagai POPs dan disinyalir masih digunakan di Indonesia adalah Polybrominated Diphenyl Ethers (PBDEs). Bahan tersebut biasa digunakan sebagai flame retardant (penghambat nyala api) pada proses produksi.
Oleh karena itu, Ngakan meminta, usaha manufaktur seperti industri plastik, tekstil, alat angkut, dan elektronika, agar menggunakan teknologi pengolahan limbah sesuai dengan standar. “Apabila diimplementasikan secara baik di Indonesia akan membawa manfaat sebesar-besarnya terhadap keberlanjutan sumber daya alam, kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
Sektor-sektor yang disebut itu saat ini menjadi penopang pertumbuhan industri nonmigas nasional. Pada Triwulan III 2017, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik memberikan kontribusi sebesar 10,46 persen, serta industri alat angkutan menyumbangkan sebanyak 10,11 persen.