40 Tahun, Jono Gantungkan Hidupnya di Ujung Pohon Kelapa
YOGYAKARTA — Tubuh Jono (55) kini memang tak lagi setegap seperti saat ia masih muda. Garis-garis keriput juga mulai terlihat jelas pada raut muka di wajahnya. Hanya otot-otot di kedua lengan dan kakinya, yang terlihat masih begitu kokoh dibalik kulit gelapnya.
Jono merupakan salah satu dari sekian banyak penderes nira kelapa yang masih aktif menekuni pekerjaan beresiko itu di usia tua. Warga Dusun Tejogan, Hargorejo, Kokap, Kulonprogo, ini bahkan sudah menjalani pekerjaan sebagai penderes nira kelapa saat ia masih duduk di bangku kelas 5 SD.
“Kalau dihitung-hitung sudah lebih dari 40 tahun,” katanya saat ditemui Cendana News, Selasa (16/01/2018).
Menjadi seorang penderes nira kelapa memang merupakan sebuah profesi beresiko sangat tinggi. Tak sedikit penderes nira kelapa harus mengalami cacat permanen, bahkan meninggal dunia akibat terjatuh saat sedang memanjat pohon kelapa.
Namun menjadi penderes nira kelapa seolah sudah menjadi pilihan hidup Jono. Lelaki yang hanya lulusan SD ini tidak memiliki keahlian lain kecuali memanjat pohon kelapa. Sebuah keahlian yang diturunkan keluarganya secara turun temurun.
“Kakek dan bapak saya penderes nira kelapa. Makanya sejak kecil saya sudah biasa bantu menderes. Setiap mau berangkat dan pulang sekolah saya selalu memanjat kelapa membantu bapak saya,” katanya.
Sebagai seorang penderes nira kelapa, Jono, sudah hafal betul kapan waktu yang paling tepat untuk mengambil nira kelapa. Setiap hari, selepas subuh, ia sudah harus berangkat untuk menderes nira kelapa hingga matahari naik sepenggalah.
“Menderes nira paling bagus saat pagi hari. Kalau sudah agak siang sedikit hasil nira sudah berbeda. Kualitasnya kurang bagus dan lebih sedikit. Jadi tidak boleh terlambat,” ujarnya.