Permintaan Tinggi, Petani Tanjungsari Bertahan Budidaya Ubi Jalar
Penjualan dalam jumlah banyak hingga 5 kuintal kerap dijual ke pengepul untuk dijual ke pengecer dengan harga Rp3.000 perkilogram dan banyak dimanfaatkan pembuat makanan tradisional. Ubi ungu yang bisa dipanen saat berumur 3-3,5 bulan membuat dirinya menanam secara bertahap sehingga bisa panen ubi jalar ungu bergiliran dan berkelanjutan dengan sistem selang waktu penanaman yang diatur sedemikian rupa. Sementara singkong kayu dijual per karung seharga Rp30.000 untuk bahan baku keripik, opak, eyek-eyek, kerecek oleh warga Desa Kalirejo dan sebagian dijual dalam bentuk olahan gaplek dan tiwul.
Ubi jalar ungu atau dikenal warga sebagai “mantang” menurut Sumardi sengaja ditanam dengan sistem stek batang indukan yang telah dipilih dengan cara diikat dan diletakkan di lokasi yang lembab hingga muncul akar pada ruas batang setelah lima hari. Selama proses penyiapan bibit tersebut ia menyebut menyiapkan sebanyak seratus lebih bedengan tanah dengan panjang masing-masing 20 meter mempermudah perawatan. Sementara pada bagian pinggir sengaja dipergunakan sebagai tempat penanaman ubi kayu.
“Selain sebagai tanaman komoditas pertanian yang menghasilkan saya menanam ubi jalar ungu dan singkong kayu untuk mengurangi ketergantungan pada nasi,” terang Sumardi.
Pelanggan tetap bahan ubi jalar ungu dan singkong kayu, diakuinya, berasal dari perajin pembuatan makanan tradisional dari ubi berupa opak singkong, keripik singkong, manggleng hingga gethuk lindri. Yuni (28) yang kerap membeli singkong kayu dan ubi jalar ungu dari Sumardi menyebut, membeli saat akan ada arisan atau pertemuan keluarga.
“Ubi saya rebus dan disajikan dengan kombinasi kacang rebus, pisang dan opak karena sekarang makanan tradisional lebih disukai,” beber Yuni.