Hujan Akibatkan Harga Jagung di Lamsel Turun
Akibat hujan terus menerus yang terjadi sepekan sebelum panen, bahkan saat tongkol jagung siap panen masih ada di batang, ia mengaku, berimbas pada tingginya kadar air yang bisa mencapai 20 persen. Sementara para petani tidak memiliki fasilitas gudang sekaligus alat pengering jagung. Imbasnya, petani melakukan proses pemanenan dengan cepat menggunakan teknik pemanenan tradisional. Dikumpulkan dalam karung dan di gudang.
“Secara kebetulan lokasi gudang dekat dengan lokasi perkebunan milik anggota kelompok yang jumlahnya mencapai ratusan hektar. Ada fasilitas mesin pemipil jagung juga,” beber Usman.
Kondisi hujan terus menerus di wilayah tersebut, berimbas pada kadar air yang tinggi. Bahkan membuat harga jagung bisa mencapai level Rp3.300 menurun ke level Rp2.700 per kilogram. Atau dengan hasil sekitar 6 ton atau 6000 kilogram, dirinya hanya mendapatkan hasil sekitar Rp16 juta lebih. Lebih rendah dari panen sebelumnya dengan kisaran harga Rp3.000 dirinya bisa menghasilkan sekitar Rp18 juta. Uang tersebut sebagian dipergunakan untuk biaya operasional, pupuk dan modal tanam berikutnya. Biaya upah pemipilan dengan mesin saat ini bahkan mencapai Rp70.000 per ton belum termasuk biaya lain pasca panen.
Ia menyebut dengan kadar air yang tinggi akibat hujan menjadi dilema bagi petani. Sebab hujan yang turun terjadi saat jagung sudah menua pada usia empat bulan masa menebang. Jika tidak cepat dipanen jagung milik petani akan berkecambah di pohon dan harus cepat dijual. Sementara harga jual sedang rendah. Ia berharap pada panen berikutnya upaya kelompok tani untuk memiliki mesin pengering bisa terwujud sehingga bisa mendapatkan kadar air yang rendah hingga 10 persen dan meningkatkan harga jual.