Drama Kolosal Panglima Batur Meriahkan HUT RI di Banjarmasin

Di sejarah adat Banjar, sosok Pangima Batur dikenal sangat teguh pendirian dan patuh atas sumpah yang telah diucapkan. Tapi ia mudah terharu dan sedih saat melihat anak buah atau keluarganya tiba-tiba jatuh menderita.

Belanda agaknya melihat itu sebagai celah kelemahan sifat Panglima Batur. Lewat kelemahan ini, Belanda menjebak Panglima Batur.

Alkisah, berkumpullah keluarga besar Panglima Batur ketika perkawinan kemenakan Panglima Batur di kampung Lemo. Saat itulah, serdadu Belanda menangkapi kerabat Panglima Batur dan kedua mempelai turut dimasukkan ke penjara, dipukuli, dan disiksa.

Setelah menyiksa, Belanda mendesak Panglima Batur agar keluar dari persembunyian dan bersedia berunding dengan Belanda, barulah tahanan yang terdiri dari keluarganya dikeluarkan dan dibebaskan. Tapi apabila Panglima menolak perintah itu, Belanda akan menembak mati para keluarga besar Panglima Batur.

Mendegar ancaman Belanda, Panglima Batur gundah. Dia bersedia menyerahkan diri ketimbang keluarganya yang tidak berdosa ikut menanggung derita. Dengan diiringi orang-orang tua dan orang sekampungnya Panglima Batur berangkat ke Muara Teweh.

Alih-alih perundingan damai, Belanda justru menangkap Panglima Batur sebagai tawanan dan selanjutnya dihadapkan ke meja pengadilan pada 24 Agustus 1905. Menumpang kapal menyusuri Sungai Barito, Belanda kemudian membawa Panglima Batur ke Kota Banjarmasin.

Di kota Banjarmasin, Panglima Batur diarak keliling kota. Belanda melakukan propaganda bahwa Panglima Batur seorang pemberontak keras kepala dan layak dijatuhkan hukuman mati.

Belanda menggantung si Panglima pada 15 September 1905. Sebelum dieksekusi, Panglima Batur berujar, “Saya minta bacakan dua kalimat Syahadat.”

Lihat juga...