SLEMAN – Suasana Koperasi Unit Desa (KUD) Makmur Kalasan, Sleman, siang itu nampak sepi. Tak ada aktivitas berarti, terlihat pada ruang gedung koperasi yang terletak di sebelah kompleks kantor Kecamatan Kalasan itu. Meski begitu, seorang pegawai koperasi nampak berada di ruang loket pembayaran, dengan setia menunggu pelanggan.
“Setiap hari memang selalu sepi seperti ini. Hanya ada satu dua anggota koperasi yang datang untuk membayar tagihan listrik di sini,” ujar pegawai itu yang belakangan diketahui bernama Rinta Hartini (42).
Setiap hari, Warga Jetis, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, itulah yang selalu berada di KUD Makmur Kalasan. Bersama satu pegawai lainnya, ia dengan setia melayani anggota koperasi yang ingin membayar tagihan listrik bulanan. Meski kadang tak ada satu pun pelanggan anggota koperasi yang datang, ia akan tetap berada di KUD hingga jam layanan ditutup, pukul 14.00 WIB siang.
Rinta menuturkan, sudah mulai bekerja di KUD Makmur Kalasan sejak tahun 1993 atau sekitar 21 tahun silam. Ia telah merasakan berbagai kondisi yang pernah dialami KUD Makmur Kalasan, mulai dari masa kejayaan hingga terpuruk dan seolah hampir mati seperti saat ini.

“Saya sudah menjadi pegawai koperasi di sini selama 21 tahun. Mulai dari mendapat gaji Rp22 ribu per bulan sampai sekarang dengan gaji Rp1 juta per bulan,” katanya.
Didirikan sejak tahun 1970-an, KUD Makmur Kalasan memang pernah mengalami masa kejayaan. Di era Orde Baru, dimana nasib koperasi betul-betul diperhatikan, KUD Makmur Kalasan memiliki berbagai layanan bagi puluhan ribu anggota. Mulai dari layanan simpan pinjam, pembelian pupuk pertanian bersubsidi, penjualan sarana prasarana pertanian dan berbagai layanan lainnya.
“Sekarang kita hanya tinggal punya satu unit layanan saja. Yakni pembayaran tagihan listrik bulanan. Ada sekitar 4000 anggota koperasi yang membayar tagihan listrik di sini,” katanya.
Keterpurukan KUD Makmur Kalasan sendiri, dikatakan mulai terjadi sekitar tahun 2003 setelah perhatian pemerintah pada koperasi mulai berkurang. Buruknya kepengurusan KUD Makmur Kalasan di masa terdahulu juga ikut mempengaruhi merosotnya kondisi KUD. Terlebih setelah para pengurus itu menyelewengkan dana anggota.
“KUD ini sempat tak memiliki pengurus hampir 10 tahun lebih. Baru beberapa tahun terakhir ini dipilih dan dibentuk kepengurusan lagi. Itupun juga belum maksimal,” katanya.
Sulitnya mencari pengurus koperasi yang benar-benar berkomitmen untuk memajukan koperasi, dikatakan Rinta, menjadi penyebab utama KUD Makmur Kalasan sulit berkembang. Pasalnya pengurus koperasi yang ada selama ini merupakan para pamong desa yang menjadikan pekerjaan mengurus koperasi sebagai pekerjaan sambilan.
“Jarang sekali ada pengurus yang datang ke sini untuk mengurus koperasi. Paling hanya sebulan sekali. Itupun hanya mampir,” katanya.
Rinta sendiri mengaku, masih tetap bertahan menjadi pegawai koperasi, karena kecintaannya pada pekerjaannya itu. Meski hanya sebagai pegawai dengan gaji yang minim, ia memiliki harapan besar agar bisa mengembangkan KUD dan mengembalikan kejayaan koperasi seperti dahulu. Salah satunya adalah dengan mengembalikan kepercayaan masyarakat pada koperasi.
“Saya yakin jika para pengurus mau serius mengembangkan koperasi ini, maka KUD ini akan bisa berkembang,” katanya.
Di Hari Koperasi yang diperingati setiap tanggal 12 Juli besok, ia hanya memiliki satu harapan. Yakni agar pemerintah bisa lebih memperhatikan koperasi sebagai unit ekonomi kerakyatan yang mengedepankan asas kekeluargaan.