Pakar Sarankan Pemerintah Pertimbangkan Kembali Harga Beras 

“Nah, pemerintah melihat pedagang ini membeli ke petani adalah produk-produk yang disubsidi sangat besar oleh negara. Yang kita tahu subsidi pupuk itu lebih dari Rp30 triliun per tahun,” katanya.

Dengan begitu, lanjutnya, seakan-akan dalam situasi tersebut pengusaha itu melakukan tindakan di luar kewajaran harga. Para pengusaha menjual produk yang sudah disubsidi dengan jumlah besar oleh pmerintah dengan harga yang tidak terlalu tinggi tidak sesuai dengan harapan pemerintah.

Merujuk dari kasus tersebut, lanjut Firdaus, memunculkan pertanyaan apakah harga eceran tertinggi (HET) Rp9.500 di tingkat konsumen yang ditetapkan oleh pemerintah adalah wajar untuk premium?

“Bila dilihat dari sisi ekonomi, HPP atau harga produsen itu minimal Rp7.000-an, mungkin tidak sampai di konsumen supermarket Rp9.500? Ini kan sesuatu yang mustahal! Jadi, tidak mungkin,” katanya.

Hitungannya, lanjut Firdaus, untuk beras premium dari pokok saja harganya itu Rp12 ribuan. Jika nanti dari pengusaha dan pedagang atau supermarket mengambil untung, tentu harganya bisa menjadi Rp15.000 per Kg.

Ia mencontohkan, membeli beras dari petani dengan asumsi petani melakukan penggilangan, dengan harga Rp7.000, maka biaya pertama adalah pengangkutan, lalu dibawa ke gudang, lalu dari gudang ke pembersihan, atau pengohalan yang tidak banyak dilakukan.

Berdasarkan pengalaman 20 tahun penelitian di Pasar Induk Cipinang, komoditi beras tidak banyak perubahan perilaku fisik mulai dari hulu sampai ke hilir, berbeda dengan jagung yang diolah sedemikian rupa menjadi tepung atau mie. Tetapi, pemanfaatnya itu lebih banyak pada pengemasan, pencampuran, dan pengangkutan.

Lihat juga...