JAKARTA – Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan pemerintah dapat fokus dalam perdagangan internasional, guna memenuhi kebutuhan beras domestik untuk mengimbangi persoalan ketersediaan lahan di Tanah Air.
“Indonesia membutuhkan kebijakan yang menjamin ketahanan pangan bagi masyarakat, dengan cara memfokuskan diri pada perdagangan internasional dan mengizinkan sektor swasta untuk ikut serta dalam perdagangan pangan,” kata peneliti perdagangan pangan CIPS, Hana Nabila dalam rilisnya, Jumat (23/6/2017).
Menurut Hana, kebijakan yang berlaku saat ini tidak dapat dipertahankan, karena ketersediaan lahan untuk menanam padi di Indonesia terus menurun. Hal tersebut terindikasi antara lain dengan berkurangnya 24.200 hektare luas lahan tanam dari periode 2014 hingga 2015.
Selain itu, ia juga mengingatkan, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian juga menurun 3,9 juta jiwa dari 2002-2014. “Indonesia tidak menghasilkan beras yang cukup untuk memenuhi permintaan domestik. Lahan yang cocok untuk menanam padi pun tidak memadai dan generasi muda tidak mau lagi menjadi petani, karena upah yang didapat tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan,” ucapnya.
Sebelumnya, Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi), menilai pengunaan pupuk berlebihan menjadi salah satu faktor penyebab harga beras di Indonesia terlalu mahal jika dibandingkan dengan beras yang dijual di beberapa negara Asia Tenggara.
“Vietnam dan Thailand lebih murah, karena kepemilikannya lebih luas, penggunaan pupuk rendah, karena mereka mengandalkan banjir Sungai Mekong. Mungkin penggunaannya hanya sepersepuluh dari kita,” ujar Ketua Umum Perpadi, Soetarto Alimoeso pada diskusi tentang Kesejahteraan Petani di Jakarta, Rabu (21/6/2017).