RABU, 29 MARET 2017
SEMARANG — Malam itu cuaca terlihat mendung, ratusan orang berjalan beriringan menuju pintu gerbang Kantor Gubernuran di Jalan Pahlawan, mereka membaur jadi satu tanpa memperdulikan suku dan golongan.
![]() |
Perkuburan Korban Meninggalnya Patmi, Korban Cor Kaki Jilid II di depan Istana Negara (Ist) |
Setelah tiba, rombongan tersebut duduk bersila menyalakan lilin sehingga suasana terlihat remang-remang. Kemudian lamat-lamat mulut secara lirih memanjatkan doa sesuai agamanya masing-masing untuk Ibu Patmi bin Rustam, pejuang Kendeng yang meninggal dalam aksi cor kaki dengan semen jilid II di depan Istana Merdeka Jakarta.
Bagi mereka Patmi bukan hanya seorang petani Kendeng semata, Patmi adalah simbol wanita Indonesia yang selama puluhan tahun memperjuangkan haknya melawan penindasan yang dilakukan korporasi penguasa atas tanah leluhurnya di pegunungan Karst karena tanah subur yang mengandung resapan mata air untuk bertani akan diubah menjadi pabrik semen oleh PT. Semen Indonesia (SI) dengan dukungan Gubernur Jateng.
Bagi Patmi dan warga Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Pegunungan Kendeng (JMPPK) lainnya, keinginan mereka cuma satu, ketika meninggal dikubur dengan tanah, bukan semen. Meninggalnya Patmi merupakan babak baru bagi perlawanan JMPPK yang tetap konsisten menggunakan jalan damai untuk memperoleh kembali tanah mereka.
Bagi Koordinator aksi, Setyawan Budi dari Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) sebelum berangkat ke Jakarta ibu dua orang anak tersebut memang sudah berpamitan kepada keluarga dan cucunya bahwa perjuangannya ke Jakarta dilakukan dengan cara sukarela, jika terjadi sesuatu pada dirinya sudah merupakan kehendak Gusti Allah. Karena itu meninggalnya Patmi menjadi semangat bahwa perjuangan untuk mewujudkan Kendeng lestari tidak akan sia-sia.