RABU, 1 FEBRUARI 2017
SOLO — Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta terus mendukung untuk menguak apa yang terjadi pada 3 mahasiswa yang tewas saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) di Hutan Tlogodringo, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Untuk menghindari ada tekanan dari pihak-pihak luar, UII meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut turun tangan membantu memecahkan masalah yang menyangkut perguruan tinggi tersebut.
![]() |
Wakil Ketua LPSK, Askari Razak. |
“Kita baru tiba Senin malam kemarin dan langsung diterima pembantu rektor 3 UII. Setelah itu, kita juga telah meminta keterangan beberapa saksi dari mahasiswa yang menjadi peserta Diksar Mapala,” kata Wakil Ketua LPSK, Askari Razak, kepada awak media di sela-sela kunjungannya di Satreskrim Polres Karanganyar, Rabu siang (1/2/2017).
Dimintanya LPSK dalam kasus tewasnya 3 mahasiswa UII Yogyakarta karena potensi adanya tekanan maupun ancaman terhadap korban atau saksi cukup besar. Indikasi adanya tekanan ini bahkan sudah diperolehnya dari pemeriksaan sebagian kecil mahasiswa yang menjadi peserta Diksar Mapala. “Memang, ada potensi mengarah ke tekanan, tapi kita baru periksa 5 peserta saja. Pihak UII sebenarnya sanggup menemukan seluruh peserta, tapi terkendala dengan libur setelah semester. Jadi, banyak mahasiswa yang tidak aktif di universitas,” jelas Askari.
Lima saksi dari peserta Diksar yang telah diperiksa LPSK, 3 di antaranya merupakan peserta yang dihadirkan langsung pihak UII. Sementara 2 saksi lainnya adalah mereka yang masih dirawat di rumah sakit. “Kita ingin investigasi secara menyeluruh, agar bisa lebih banyak mengungkap fakta-fakta yang ada di lapangan. Tapi saat ini masih terkendala mahasiswa yang tidak bisa aktif berkomunikasi,” ungkapnya.