MINGGU, 22 JANUARI 2017
BANTUL — Sebagai salah satu kesenian tradisional Jawa yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia, kepopuleran wayang kulit saat ini memang telah jauh memudar bila dibanding era tahun 80-90an lalu. Selain hanya digemari kalangan tertentu, pertunjukan wayang kulit juga seakan tak pernah mendapat tempat di dunia industri seni pertunjukan modern saat ini.
![]() |
Wayang golek hasil karya Sukino |
Meski begitu, tak sedikit orang yang tetap setia pada kesenian tradisional wayang kulit. Orang-orang ini begitu yakin dan percaya, meski zaman terus berubah, kesenian wayang kulit akan tetap selalu ada, dan tak akan pernah mati. Keyakinan itu mereka buktikan dengan tetap menggeluti bidang wayang kulit, sebagai pilihan sekaligus jalan hidup mereka.
Seperti dilakukan salah seorang pembuat atau pengrajin wayang kulit asal dusun Gendeng RT 04 Bangunjiwo Kasihan Bantul, Sukino (54). Sejak muda Sukino telah mulai menggeluti dunia wayang kulit. Ia mengaku mulai belajar membuat wayang kulit sejak masih kelas 1 SD. Begitu dewasa, ia pun mulai bekerja sebagai pembuat wayang kulit di sebuah pengrajin wayang kulit besar di kota Yogyakarta.
“Setelah ikut orang beberapa tahun untuk mencari pengalaman, pada tahun 1984 saya memutuskan membuka usaha pembuatan wayang kulit sendiri. Saat itu, penggemar wayang kulit masih banyak. Hampir setiap hari selalu ada pesanan wayang kulit. Baik dari dalam maupun luar negri. Sehingga memang bayak sekali pengrajin wayang kulit bermunculan, termasuk di desa ini, ” ujarnya.
Pada era tahun 1980-1990an di desa Bangunjiwo Kasihan Bantul, tempat tinggal Sukino, memang banyak ditemui pengrajin wayang kulit. Namun sejak terjadi krisis ekonomi tahun 1998, dunia pertunjukan wayang kulit mulai meredup. Pertunjukan jarang digelar, begitu juga pesanan wayang kulit. Hal itu berimbas pada penurunan pendapatan para pengrajin wayang kulit termasuk Sukino.