Kota Tua Ampenan di Lombok Masih Butuh Perhatian

SABTU, 7 JANUARI 2017

MATARAM — Salah-satu destinasi wisata andalah Kota Mataram, bahkan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang bernilai sejarah tinggi dan banyak dikunjungi wisatawan adalah Kota Tua Ampenan. Terletak tiga kilometer di bagian barat pusat Pemerintahan Kota Mataram, Kota Tua Ampenan bisa ditemui dan dinikmati wisatawan sebagai tempat liburan berwisata sejarah dan kebudayaan.
Kota Tua Ampenan di Lombok.
Memasuki dan menginjakkan kaki di kawasan Kota Tua Ampenan, wisatawan akan merasakan seperti diajak kembali bercengkraman dan bernostalgia dengan suasana kehidupan masa lampau. Bagaimana tidak? Ketika memasuki kawasan Kota Tua Ampenan itu wisawatan akan disuguhi dengan pemandangan ratusan bangunan tua bercorak dan berarsitektur Tionghoa masa lampau.
Kota Tua Ampenan juga menjadi saksi bisu masa kejayaan dan keemasan Ampenan sebagai Kota dan Armada Pelabuhan, pusat perdagangan dan prekonomian yang sangat padat di era penjajahan kolonial Belanda di tahun 1948 – 1950-an. Di Kota tua inilah, segala kegiatan prekonomian dan perdagangan waktu itu dijalankan, dan menjadi salah-satu kota pelabuhan tujuan Belanda untuk melakukan perdagangan, terutama hasil bumi dan rempah-rempah.
Kejayaan Kota tua Ampenan sebagai kota armada pelabuhan, juga terlihat dari masih terdapatnya sisa-sisa reruntuhan konstruksi armada di pinggiran Pantai Ampenan, yang kini menjadi salah-satu tujuan objek wisata di Kota Mataram.
Puluhan bangunan tua yang sebagian berarsitektur Tionghoa, juga nampak masih terlihat berdiri kokoh di sekitar areal pantai bekas armada pelabuhan Ampenan, dan di sepanjang kiri kanan simpang lima Kota Tua Ampenan menuju Pantai Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, pusat pemerintahan Kota Mataram dan Pemerintahan Provinsi NTB.
Goedang Hookie, salah-satu banguan tua di Kota Ampenan.
Dengan keunikan dan nilai kesejarahan dimiliki, Kota tua Ampenan sebenarnya bisa menjadi salah-satu ikon dan magnet objek wisata unggulan Kota Mataram bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Geliat perekonomian juga bisa dihidupkan kembali dan akan lebih berkembang dengan memberdayakan masyarakat sekitar, tanpa harus merusak bangunan.
Lebih-lebih, jika sedikit jeli melihat kecenderungan wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara datang berwisata ke suatu daerah bukan lagi tertarik dengan pesona wisata pantai dan pesona alam semata, tapi juga tertarik dengan suatu tempat atau benda peninggalan masa lampau yang unik dan bernilai historis. Potensi itulah yang dimiliki Kota Tua Ampenan, yang jika dikelola secara serius, bukan mustahil akan bisa menjadi salah-satu objek pariwisata yang banyak dikunjungi wisatawan dan membawa kesejahteraan masyarakat sekitar.
Namun, salah-satu kekurangan dan kebisaan buruk kepala daerah dalam hal pengelolaan objek pariwisata adalah terlalu memposisikan keberadaan objek wisata sebagai sesuatu yang komersil, dan seringkali mengesampingkan nilai budaya, kearifan lokal dan nilai kesejarahan. Tak heran, jika sejumlah kepala daerah berlomba-lomba melakukan penataan dan pengelolaan objek wisata, yang motivasinya tidak lagi soal mendatangkan keuntungan dengan tetap memelihara dan melestarikan. Melainkan, lebih pada strategi pengelolaan yang bisa mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi peningkatan pundi-pundi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga ajakan menjaga dan melestarikan budaya kearifan lokal, lambat-laun hanya sekedar menjadi slogan dan pepesan kosong.
Kota tua Ampenan menjadi salah satu bukti, betapa pemerintah kota (pemkot) Mataram dalam pengelolaan, pemeliharaan dan penataannya masih dilakukan setengah hati, sehingga keberadaannya sebagai objek wisata bernilai historis, belum banyak diketahui dan diminati wisatawan untuk dikunjungi.
Dalam hal pemeliharaan, Pemko Mataram juga dinilai abai. Sejumlah bangunan di Kota tua Ampenan sudah mulai beralih fungsi dan diubah dari bentuk aslinya. Hanya tulisan Goedang Hookie yang masih tampak jelas terbaca. Padahal, salah-satu gudang bersejarah yang berdiri sejak tahun 1921 menjadi salah-satu saksi kejayaan Ampenan sebagai salah-satu kota pelabuhan yang menjadi tujuan Belanda. Tidak hanya gudang ini yang kondisinya mengenaskan, bangunan bersejarah lain yang ada di kawasan ini pun kondisinya tak jauh berbeda.
Beberapa bangunan tua di kawasan itu mulai hilang, disulap menjadi bangunan dalam bentuk yang lain. Dinding-dinding bangunan tua juga dibuat menjadi papan reklame. Bangunan ala modern mulai berdiri di sana-sini, menggusur bangunan tua. Kondisi tersebut tentu sangat disayangkan, sebab merupakan bangunan bersejarah tidak ternilai harganya.
“Harus ada regulasi dengan membuat Perda yang secara khusus mengatur tata kelola dan pemeliharaan Kota Tua Ampenan, supaya banguanan yang ada di Kota Tua Ampenan bisa dipelihara dan dikendalikan, agar jangan sampai semua bangunan dihancurkan, sehingga ciri kota lama hilang,”
kata mantan Walikota Administratif Kota Mataram, Mujitahid.
Mujitahid.

Menurutnya, bangunan tua diperlukan dalam promosi pariwisata, dan di mana-mana orang sekarang melestarikan bangunan tua bernilai sejarah. Kalau dibandingkan dengan kota tua Jakarta, keindahan dan keunikan Kota Tua Ampenan sebenarnya jauh lebih unik dan menarik untuk dikunjungi wisatawan, kalau pengelolaannya bisa dilakukan dengan baik.

“Ampenan tidak ubahnya Kota Malaka, Malaysia, yang terkenal sebagai kota pelabuhan.  Baik dari segi bagunan, maupun sebagai kota pelabuhan” katanya.
Dikatakan pula, Kota Tua Ampenan masih bisa diselamatkan, asal ada kebijakan khusus untuk itu. Dengan melakukan pendekatan kepada pemilik bangunan, karena masyarakat cenderung tidak memahami fungsi dan manfaat dari kota tua. Mereka dibolehkan mambangun, tetapi jangan mengubah bentuk bangunan. Kalapun ada perbaikan, semestinya arsitektur bangunan harus menyesuaikan dengan bentuk bangunan yang lama, dalam hal ini pemerintah jangan mengijinkan perubahan bangunan Ampenan atau pemerintah mengarahkan konsep pembangunan, supaya arsitekturnya tetap seperti kota tua.
“Pemko Mataram juga perlu membuatkan aturan khusus mengenai Ampenan sebagai Kota tua yang harus dijaga, baik melalui peraturan walikota maupun peraturan daerah.  Hal ini perlu dilakukan agar pemerintah memiliki dasar hukum untuk mengatur dan mempertahankan ciri khas kota Ampenan,” katanya.
Sementara itu, Walikota Mataram, Ahyar Abduh, dalam beberapa kesempatan mengungkapkan, proses pemeliharaan dan penataan Kota Tua Ampenan sebagai objek wisata sejarah dan budaya terus dilakukan, dengan mempercantik kawasan Kota Tua, terutama pinggiran Pantai Ampenan.
Program penataan tersebut, katanya, akan difokuskan di kawasan Ampenan sebagai kota tua untuk dipercantik serta diperkuat simbol-simbol yang menjadikannya sebagai kota pusaka. Apalagi, dengan diakuinya keberadaan Kota Tua Ampenan oleh The United Nations Organization for Education, Science, and Culture sebagai kota pusaka dengan klaster (UNESCO) sebagau warisan budaya dunia, tentu akan menjadi penyemangat untuk terus menggenjot Kota Tua Ampenan sebagai objek wisata sejarah dan budaya yang banya menjadi tujuan wisatawan.
Termasuk dengan membuat Peraturan Walikota (Perwal) terkait perlindungan terhadap situs dan bangunan bersejarah di kawasan Kota Tua Ampenan dan saat ini sedang dibahas bersama DPRD Kota Mataram untuk menjadi Perda. Penataan juga dilakukan terhadap pedagang kaki lima di pinggiran Pantai Ampenan, dengan membangunkan lapak bagi pedagang kaki lima yang berasal dari masyarakat sekitar, dalam rangka menggerakkan prekonomian masyarakat.

Jurnalis : Turmuzi / Editor : Koko Triarko / Foto : Turmuzi

Lihat juga...