Bergelut dengan Kerajinan Bambu Sudaryanto Mampu Kuliahkan Anak

MINGGU, 04 DESEMBER 2016

LIPUTAN KHUSUS, LAMPUNG — Ruas ruas bambu berukuran panjang 5-8 meter berjajar rapi di gubuk khusus yang disediakan oleh Sudaryanto (60) warga Desa Kalirejo Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Selain berukuran panjang, sebagian bambu berukuran kecil sudah dalam kondisi terpotong juga tertata dengan apik di sudut gubuk, sebagian sudah berbentuk rakitan siap dibentuk dengan kelihaian tangan kreatif laki laki yang juga petani tersebut. 
Proses merakit bambu menjadi kursi
Rotan yang tersuir dengan rapi sebagai tali bambu untuk kerajinan fungsional diantaranya kursi, meja, tempat makanan, buffet tempat tidur hingga meja rias tersebut bahkan sudah tersaji. Sudaryanto sudah terbiasa terkena lugut atau bagian bambu yang membuat gatal dan juga terkadang terluka akibat terkena bambu yang akan diolahnya menjadi beragam kerajinan tersebut.
Mengerjakan proses pembuatan kerajinan berbahan bambu Sudaryanto secara khusus mengaku masih membuat kerajinan tersebut berdasarkan pesanan. Pesanan terakhir yang dibuatnya diperoleh dari luar kecamatan berupa kursi malas dengan hiasan ukiran khusus bergambar burung sebanyak dua unit. Sebagai tahap penyelesaian (finishing) ia bahkan tak segan meminta sang anak laki lakinya melakukan proses pengecatan menggunakan pelitur yang juga sekaligus membuat kursi terbuat dari bambu hitam tersebut menjadi awet. Setelah dilakukan penyelesaian akhir dan terlihat mengkilap, mulus, kursi tersebut masih ditempa dengan siraman sinar matahari agar cat yang disapukan sang anak lebih kering.
“Itu pesanan yang siap dikirim ke luar kecamatan dan awalnya pelanggan memesan juga karena bertamu di rumah kawannya di desa ini terus tertarik memesan, kadang rejeki memang tak disangka sangka mas,”ungkap Sudaryanto saat berbincang dengan Cendana News yang mengaku menekuni pembuatan kerajinan berbahan dasar bambu sejak anaknya usia sekolah dasar puluhan tahun lalu, Minggu (4/12/2016).
Tangan cekatan Sudaryanto terlihat dari saat proses memotong, membersihkan bagian bambu yang akan dibentuk menjadi barang sesuai pesanan pelanggan. Sebanyak puluhan jenis barang bahkan mampu dibuatnya saat Cendana News ditunjukkan olehnya beberapa album foto karyanya yang diantaranya sudah diikutsertakan dalam pameran pameran pembangunan berkelas kabupaten hingga provinsi, semuanya terlihat bagus dengan dominan warna coklat kayu dengan sentuhan ukiran ukiran menarik pada bambu yang membuat karyanya terlihat sempurna.
Kursi malas hasil karya Sudaryanto
Ia bahkan mengaku tak pernah kuatir dengan kemajuan tekhnologi yang membuat pembuatan furniture berbahan lain mendominasi pasar diantaranya kursi, tempat tidur sofa berbahan busa, meja kursi plastik dan besi serta alat alat rumah tangga yang dibuat secara modern. Sentuhan tangan kreatif Sudaryanto dengan karya karya seni yang berwujud kursi, meja, tempat tidur, tempat rias, tempat bunga serta kerajinan aplikatif lainnya diakui masih menjadi pilihan terutama bagi para pecinta alat alat rumah tangga berbahan alam. Bahkan semangat kembali ke alam (back to nature) yang membuat sebagian masyarakat kembali mempergunakan perabot rumah tangga berbahan dasar dari alam membuat pesanan kepadanya semakin meningkat.
“Pemesan biasanya masih sebatas untuk keperluan sendiri belum untuk didistribusikan ulang dan juga masih sebatas pemesan lokal dari wilayah Lampung tapi lumayan bisa membuat dapur mengebul,”ungkapnya bersahaja.
Laki-laki asal Kabupaten Sleman DI. Yogyakarta ini bahkan mengaku mewarisi bakat alam keahlian tersebut dari sang ayah yang saat di Yogyakarta juga menekuni bisnis serupa. Seakan hendak melawan takdir, saat dirinya hijrah ke Lampung ia pun mencoba peruntungan dengan bekerja sebagai sopir truk angkutan Sumatera dan Jawa. Kondisi ekonomi yang memaksanya menjadikan sopir membuatnya banting stir menjadi seorang petani dengan menanam padi. Bakat sebagai petani yang diakuinya kurang mumpuni pun membuatnya pontang panting mengais rejeki meski akhirnya hasil panennya bisa dipergunakan untuk membiaya sekolah anak anaknya, digunakan untuk kebutuhan konsumsi sehari hari.
Hingga suatu ketika saat duduk di tepi sawah di gubuk yang dimilikinya ia melihat rumpun bambu yang tumbuh subur di tepi sawah miliknya. Teringat akan keluarga besarnya yang mmenghidupi dan membesarkannya dari kerajinan bambu saat di Pulau Jawa, ia pun berpikir keras untuk mengubah dan menciptakan barang barang kerajinan dari bambu. Berawal dari membuat seperengkat perabot rumah tangga dari bambu yang membentuk meja kursi, disela sela masa menunggu bulir bulir padinya masak ia pun mulai merangkai bambu yang dibuatnya dirumah. Jadilah seperangkat perabot rumah tangga yang kini dipajang di rumahnya tepat di ruangan menonton televisi bersama keluarga.
Saat lebaran Idul Fitri puluhan tahun silam, kerabat dan tetangga memuji perabot sederhana namun berkelas dari bambu tersebut. Satu, dua , tiga orang mulai memesan dengan biaya kala itu di tahun 1980-an hanya sekitar Rp250ribu seperangkat terdiri dari meja, kursi yang kini bisa seharga Rp2.500.000,- dengan penyempurnaan kreasi diantaranya eksen tali dari rotan, pernis atau pelitur, ukiran serta jaminan awet dengan pemilihan bambu berkualitas.
“Sudah hampir tiga puluh tahun saya akhirnya menekuni usaha rumahan ini dan anak saya dua kuliah hingga selesai seingat saya karena menekuni pembuatan kerajinan bambu ini,”ungkapnya sambil merakit bambu untuk dibuat kursi.
Ia yakin dengan semangat dan ketekunan bahkan mampu menghasilkan. Ketekunan dan keuletan ditambah kekreatifannya dalam membuat perabotan juga dibantu sang anak yang melek tekhnologi internet dengan mencarikan model model perabot rumah tangga yang banyak diminati sehingga ia bisa membuat beragam perabot lebih beragam. Bantuan anak tersebut semakin terasa selain memilihkan model juga membantu dalam tahap penyelesaian bahkan dalam tahap pemasaran menggunakan sarana blackberry mesengger (BBM) dan sarana media sosial yang ada. Sang anak bahkan dominan membantu dalam penyelesaian perabot tersebut karena masih belum menguasai dalam pembuatan kerajinan tersebut meski sekedar melihat baru bisa membantu dalam proses pemotongan dan pembersihan bambu.
Bergelut dengan bambu bukan berarti kesibukannya sebagai petani diakhiri begitu saja, ia bahkan sekali kali menengok lahan sawahnya dan seiring dengan kemajuan zaman ia cukup menyewa alat modern traktor tangan hingga mengupah para penanam padi hingga panen. Disela sela mengawasi kegiatan pertanian yang juga dibantu sang isteri, ia bahkan masih tetap bergelut menyelesaikan pesanan berbagai barang yang diberikan kepadanya. Pundi pundi uang yang mengalir setelah barang barang kerajinan selesai dibuatnya pun sebagian dibelikan alat alat produksi.
Bahan baku bambu tersimpan di dekat bangunan pembuatan kerajinan bambu milik Sudaryanto
Alat alat produksi yang dipakai Sudaryanto ungkapnya masih terbilang manual diantaranya gergaji, palu besi, palu kayu, paku, amplas, serta berbagai alat yang tak memerlukan listrik. Meski demikian ia dengan cekatan bisa menyelesaikan setiap pesanan barang yang dipesan dengan maksimal penyelesaian hingga satu bulan. Beberapa kerajinan perabot rumah tangga yang dibuatnya pun dijual dengan harga berfariasi menyesuaikan dengan kondisi saat ini diantaranya kursi malas dengan harga Rp600ribu hingga alat alat rumah tangga lain yang lebih rumit diantaranya tempat tidur bambu seharga Rp3juta. Ia pun mengakui belum pernah membuat kerajinan bambu dengan harga yang cukup malah karena sadar jika dijual mahal takut tidak akan ada yang memesan.
“Kalau harganya mahal konsumen pasti akan lebih memilih perabot pabrikan yang harganya selisih sedikit jadi saya sengaja mematok harga berdasarkan tingkat kesulitan dan bahan yang dipakai,”ungkapnya.
Hasilnya pun cukup memuaskan pelanggan dan menjadikannya pembuat perabot berbahan bambu yang dikenal selama puluhan tahun. Selain perabotan rumah tangga untuk hiasan, fungsional ia bahkan membuat gubuk bambu yang digunakan oleh pemilik kafe kafe atau rumah makan bernuansa etnik. Selain puas dengan karyanya sebagian bahkan memintanya ikut pameran pembangunan di tingkat kabupaten meskipun ia mengakui selama puluhan tahun ini tak ada peran serta pemerintah daerah kepadanya dalam memberi bantuan permodalan atau pemasaran. Ia bahkan mengaku semua pekerjaan tersebut bermodalkan uang pribadi dan tidak pernah meminjam kepada pihak lain.
Bambu bambu yang dibelinya dengan harga Rp5ribu perbatang dengan standar kualitas yang baik diantaranya tua, bambu jenis tertentu membuatnya masih bisa terus membuat karya. Ia bahkan mengaku saat ini masih terkendala bahan baku yang masih langka akibat banyak bambu yang masih berumur muda, beruntung dirinya masih memiliki ratusan batang bambu sebagai stok untuk pembuatan berbagai jenis kerajinan.
Harga yang relatif bersahabat, bentuk yang kreatif dan penuh nilai seni terbukti menurutnya masih diminati konsumen. Ia bahkan mengaku bersyukur telah kembali kepada roh bisnis keluarganya saat di Yogyakarta dalam usaha pembuatan kerajinan berbahan bambu. Ia juga masih terus bersyukur dengan usahanya yang mampu memberi omzet jutaan rupiah tersebut dirinya bisa menambah modal untuk sang isteri yang memiliki warung dan mengentaskan anak anaknya hingga selesai kuliah.
Selain telah memberikan yang terbaik bagi keluarganya, keberadaan kerajinan bambu di Desa Kalirejo ikut melejitkan Kalirejo sebagai salah satu desa yang penuh dengan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sebagian besar warga bahkan mengenalnya dengan sebutan Yanto bambu dengan keahlian dan karya karya seninya yang telah terjual dan dimanfaatkan oleh banyak orang. Pengerjaan yang rapi, tepat waktu dan awet menjadi salah satu usaha pembuatan kerajinan bambu yang ditekuni Sudaryanto masih bertahan hingga kini. Meski dukungan permodalan dari instansi terkait sama sekali nihil ia mengaku benar benar melakukan usaha dengan semangat wiraswasta dan menekuni pembuatan kerajinan berbahan dasar bambu tanpa kenal putus asa.
 Anak membantu penyelesaian dengan mengecat
Selain digunakan sebagai bahan pembuatan perabot, bahan seni, sebagian besar sisa bambu yang telah dimanfaatkannya masih bisa dipergunakan untuk pembuatan pagar. Pagar pagar bambu tersebut digunakan untuk memagar sawah yang dimilikinya yang diambil dari potongan ujung bambu yang sebagian berusia muda. Selain itu pada bagian lain bambu sisa masih dimanfaatkan sebagai kayu bakar untuk memasak dan keperluan membakar bedian (api) untuk ternak kerbau yang dipeliharanya. Hingga kini meski berusia lebih dari setengah abad namun ia mengaku belum melihat adanya bakat dari anak anaknya untuk meneruskan keahliannya dalam membuat kerajinan dari bambu yang banyak diminati orang tersebut sembari ia berharap ada generasi muda yang bisa meneruskan keahliannya tersebut meski bukan salah satu anggota keluarganya.

Jurnalis : Henk Widi / Editor : ME. Bijo Dirajo / Foto : Henk Widi

Lihat juga...