CATATAN JURNALIS — Sangiran adalah situs prasejarah yang berada 15 kilometer di sebelah utara Kota Solo, wilayah Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa tengah.
Situs ini memiliki luas kurang lebih 56 kilometer persegi dan banyak menyimpan peninggalan masa lalu berupa sisa-sisa kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Fosil manusia purba, fosil fauna, fosil tumbuhan, artefak, dan data lapisan tanah yang terendapkan secara alamiah tidak kurang dari 2 juta tahun silam merupakan sumber ilmu pengetahuan untuk memahami kehidupan masa lalu.
Situs prasejarah Sangiran pertama kali ditemukan oleh G.H.R. Von Koenigswald pada tahun 1934 berdasarkan penemuan alat-alat serpih di Desa Ngebung. Dua tahun kemudian pada 1936 ditemukan fosil manusia purba yang kelak dikemudian hari dinamakan Homo erectus.
Pada era setelah kemerdekaan, muncul anak-anak bangsa yang mempunyai perhatian khusus terhadap penelitian di Sangiran. Mereka adalah Prof. Dr. R.P. Soejono, Prof. Dr. T. Jacob, dan Prof. Dr. R. Sartono yang masing-masing menekuni bidang prasejarah, paleoanthropologi, dan geologi. Ketiga ilmu tersebut berkaitan dan bersifat melengkapi untuk mengungkap aspek-aspek kehidupan manusia dan lingkungan purba Sangiran.
Pada era pemerintahan Presiden kedua RI, H.M. Soeharto, situs ini terus berkembang dan mendapat perhatian khusus dari Pak Harto yang memang sangat fokus menyelamatkan peninggalan peradaban maupun kebudayaan Indonesia contohnya Candi Borobudur.
Pada tahun 1977, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Syarief Thayeb maka Indonesia mendeklarasikan Situs Sangiran. Dan tindakan penyelamatan peninggalan prasejarah di Indonesia oleh negara tersebut akhirnya membuahkan hasil setelah melalui perkembangan penilitian berikut penemuan demi penemuan yang cukup panjang maka UNESCO sebuah badan dibawah PBB yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan menetapkan Situs Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia No.C. 593 pada tahun 1996 dengan nama ” The Sangiran Early Man Site “.
” Hingga sekarang tokoh-tokoh peneliti yang merintis penemuan demi penemuan di situs prasejarah Sangiran telah diganti oleh generasi penerus, Prof.Dr. Truman Simanjuntak menekuni bidang artefak, Dr.Harry Widianto membidangi manusia purba, serta dua ahli geologi, Prof. Dr. Yahdi Zaim dan Dr. Tony Djubiantono menekuni bidang geologi Sangiran,” terang M. Mujibur. Rohman, S. Hum, dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, bagian Pengolahan Data kepada Cendana News.
Dalam acara Pekan Produk Budaya Indonesia 2016 (PPBI 2016) maka Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP Sangiran) dipimpin oleh Mujibur Rohman ikut berpartisipasi mengadakan pameran budaya.
” Kami bernaung dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Kebudayaan dan bertanggungjawab penuh atas pengelolaan Museum Manusia Purba Sangiran. Sehingga merasa perlu untuk terus melakukan kegiatan penyebaran informasi sekaligus edukasi tentang Sangiran sebagai situs purbakala terbesar di Indonesia kepada masyarakat,” lanjut Mujib.
Untuk ajang pameran PPBI 2016 ini maka BPSMP Sangiran membawa serta Sangiran 17 (S17) yaitu tengkorak Homo erectus yang ditemukan oleh Towikromo dan Tukimin di aliran kali pucung pada tahun 1969. Temuan ini kemudian menjadi sangat terkenal di dunia karena Sangiran 17 (S17) adalah tengkorak Homo erectus yang masih terkonservasi dengan baik, sehingga melalui temuan ini dapat diketahui wajah Homo erectus yang sebenarnya.
Berikutnya adalah sebuah gading gajah purba sepanjang kurang lebih 2 meter yang adalah milik spesies Mastodon yang merupakan jenis paling primitif.
” Di Museum purbakala Sangiran kami memiliki gading gajah purba dari spesies Stegodon sepanjang kurang lebih 4 meter. Dan pengunjung PPBI 2016 dari kalangan pelajar sangat tertarik dengan gading gajah spesies Mastodon yang kami pamerkan saat ini, mereka banyak menggali informasi tentang itu dari kami,” Mujib kembali meneruskan penjelasannya.
Mengetahui animo pelajar di Jakarta yang sangat besar terhadap penemuan purbakala yang dipamerkan maka BPSMP Sangiran melalui Mujibur Rohman merasa bahwa kedepannya sangat penting untuk terus melakukan pengenalan serta edukasi kepada masyarakat terkait penemuan-penemuan purbakala.
Filosofi yang coba dikembangkan adalah jika sudah ‘mengenal’ pasti akan ‘menghargai’, dan jika sudah bisa menghargai maka akan ‘mempelajari’, kemudian muncul rasa ‘ikut memiliki’ terhadap peninggalan-peninggalan tersebut sehingga masyarakat khususnya kaum muda dapat turut serta ‘melestarikan’ ( 5M = Mengenal, Menghargai, Mempelajari, Memiliki, Melestarikan ) situs Sangiran sebagai situs prasejarah dunia yang ada di Indonesia.
Perhatian pemerintahan RI yang baru kepada perkembangan situs purbakala Sangiran dirasakan masih sangat besar. Hal ini terbukti dengan sangat intensnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kebudayaan mendukung setiap proses penelitian sampai penggalian yang dilakukan BPSMP Sangiran bersama tim arkeologi yang dimiliki.
Karena dukungan yang sangat besar dari pemerintah itulah maka beberapa waktu yang lalu sekitar bulan februari tahun 2016 tim penggalian fosil BPSMP Sangiran bersama Museum Sangiran berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba Homo erectus di sungai Bojong, Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Jawa tengah.
” Selain penemuan Homo erectus atau manusia purbakala, maka kami juga sering menemukan fosil hewan purba selain gajah, yaitu kerbau dan banteng purba. Tanduknya bisa mencapai panjang kurang lebih 1 meter dan menjadi koleksi berharga dari Museum purbakala Sangiran hingga sekarang,” pungkas Mujib.
Bagi seluruh masyarakat yang ingin mendapatkan informasi terkait situs purbakala Sangiran atau ingin berkunjung maka bisa datang langsung atau sebelumnya menghubungi nomor telepon maupun alamat email berikut ini : Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP Sangiran) Jl. Sangiran Km 4, Krikilan, Kalijambe 57275, Sragen, Jawa tengah. Telp. (0271) 7060519, 6811463, Fax. (0271) 6811497. Email : bpsmp.sangiran@yahoo.com / www.sangiranmuseum.com.