Menilik Semangat Pantang Mundur di Anjungan Kalimantan Tengah

RABU, 13 APRIL 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo /  Sumber Foto: Miechell Koagouw

TMII JAKARTA — Terdiri dari 13 kabupaten dan 1 kotamadya, Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangkaraya merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki semboyan patriotik, yakni : ‘pantang mundur’. Semboyan kuat tersebut sesuai dengan catatan sejarah bahwa Kalimantan Tengah dihuni oleh suku Dayak yang sulit ditaklukkan oleh pihak manapun. Dimulai pada tahun 1520 ketika Kesultanan Demak masuk di Kalimantan Tengah tepatnya Kota Waringin, dilanjutkan Kesultanan Banjar tahun 1615 yang masuk menguasai sampai daerah Sampit, Mendawai, dan Pembuang, namun mereka mengalami kesulitan dalam menaklukkan suku Dayak sebagai suku asli yang mendiami pulau Kalimantan khususnya Kalimantan Tengah di pedalaman. Suku dayak yang berdiam di Kalimantan Tengah diantaranya adalah : suku Dayak Sampit, Katingan, Maanyan, Bakumpai, dan suku dayak Ngaju.
Diorama Perahu ‘Banama Riuang Kanghari Rayang, yang menurut kepercayaan suku dayak agama Hindu-kaharingan adalah sebagai kendaraan para roh suci dan dewa-dewa
Hamparan hutan ibarat permadani hijau yang membungkus 80% wilayah Kalimantan Tengah dengan kurang lebih 25 persen hutan primer didalamnya. Kalimantan Tengah juga terkenal dengan wilayah pegunungan berbukit yang dikelilingi oleh laut, sungai dan rawa berpaya-paya. Oleh karena itu, tidak heran jika disana tersimpan aneka ragam kekayaan hayati darat, laut, dan udara seperti beruang, landak, beruk, kera, bekantan, trenggiling, buaya, kukang, paus air tawar (tampahas), ikan arwana, manjuhan, burung rangkong, betet, beo, penyu, dan bulus. Dan dari sekian banyak kekayaan hayati yang dimiliki, terdapat dua jenis hewan endemik yang menjadi simbol daerah sekaligus daya tarik wisata tersendiri yakni Orangutan dan Babi hutan berjanggut (beard pig).
Anjungan provinsi Kalimantan Tengah di kawasan wisata budaya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menempatkan replika prasasti Tanjung puting tepat di pintu masuk anjungan. Tanjung puting merupakan Taman Nasional sekaligus lokasi rehabilitasi dan penangkaran Orangutan yang meliputi kecamatan Kumaidi Kotawaringin Barat hingga kecamatan-kecamatan di daerah Hanau serta Seruyan Hilir kabupaten Seruyan. Area hijau seluas kurang lebih 400.000 hektar tersebut meliputi hutan tropis, rawa, dan hutan mangrove yang didalamnya diperkirakan hidup sekitar 200 jenis burung, 17 jenis reptil, 29 jenis mamalia, dan sekitar 2000 ekor Orangutan (data tahun 2000). Tantangan terbesar dalam pelestarian habitat Orangutan di Kalimantan Tengah adalah semakin maraknya pembukaan lahan hutan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit. Taman Nasional Tanjung puting dikelola oleh Balai Taman Nasional Tanjung Puting, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Bangunan utama anjungan Kalimantan Tengah TMII mengambil bentuk replika Rumah Betang Tumbang Malahoi atau disebut juga Rumah Panjang. Sebuah rumah panggung tradisional setinggi 4 meter, memiliki akses masuk berupa tangga yang dapat di naik-turunkan demi menghindari serangan musuh atau binatang buas. Rumah betang tumbang malahoi biasanya digunakan oleh kepala adat beserta seluruh keluarga besarnya dengan dijaga oleh prajurit dayak tepat didepan tangga utama. Sedangkan rumah adat lainnya adalah rumah Betang Tumbang Gagu, untuk keluarga dari seluruh koloni yang berada dibawah kendali sang kepala suku tersebut. 
Rumah betang memiliki ciri khas arsitektur tradisional Kalimantan Tengah yang sederhana namun bernilai seni tinggi. Bentuk rumah betang milik suku dayak umumnya tidak jauh berbeda serta selalu didirikan menghadap ke arah sungai. Bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang dengan panjang 100–200 meter, memiliki lebar 20–25 meter, dan beratap bentuk pelana. Saat ini, masyarakat dayak yang masih menggunakan model rumah adat seperti ini dapat ditemui sekitar desa Tumbang gagu, Mentaya hulu, kabupaten Kota Waringin timur. Mereka mempertahankan tradisi rumah betang sejak tahun 1880. Rumah betang atau rumah panjang di Kalimantan Tengah memiliki filosofi sama dengan semua rumah panjang di Kalimantan, yakni wujud kebersamaan dan toleransi untuk membentuk suatu keutuhan [Anjungan Kalimantan Barat TMII, Wujud Kebersamaan dan Toleransi Untuk Membentuk Sebuah Keutuhan ]
Khasanah budaya berciri khusus Kalimantan Tengah yang menarik dan bertahan hingga saat ini adalah seni patung dan seni ukir. Seni patung di daerah ini sebagian besar menggunakan kayu ulin atau kayu besi sebagai media dasar. Kayu tersebut merupakan kayu khas Kalimantan dengan ciri khusus ; semakin kokoh jika terkena air. Untuk seni ukir masyarakat dayak Kalimantan Tengah banyak didominasi perpaduan kental antara budaya lokal dengan pengaruh agama Hindu yang akhirnya disebut dengan nama adat dayak-kaharingan.
Sebelum memasuki bangunan utama anjungan, pengunjung dapat menyaksikan replika patung Sapundu, ukiran kayu padat berbentuk manusia diatas tiang setinggi kurang lebih tiga meter. Sapundu dipergunakan sebagai tambatan binatang kurban dalam upacara Tiwah, sebuah ritual adat suku dayak untuk memindahkan mayat. Di sisi Sapundu, terletak miniatur Sandung, yakni rumah atau balai diatas tiang setinggi kurang lebih satu meter yang aslinya digunakan sebagai tempat menyimpan tulang belulang anggota keluarga suku dayak yang sudah meninggal. Tidak lupa, di belakang rumah panjang turut diletakkan replika bangunan rumah panggung bernama Karangking parei atau lumbung padi.
Replika prasasti Tanjung puting sebagai Taman nasional sekaligus penangkaran dan rehabilitasi Orangutan, hewan endemik Kalimantan khususnya Kalimantan tengah
Bagian dalam bangunan utama anjungan Kalimantan Tengah berisi ragam seni kerajinan Kalimantan Tengah bernama ‘Gita Nyatu’ atau dalam bahasa lokal disebut ‘getah njatu’. Seni kerajinan ini memiliki ciri khusus karena terbuat dari bahan baku getah karet. Seni kerajinan tangan ‘getah njatu’ menghasilkan beragam bentuk benda budaya yang mewakili gagasan konseptual suku dayak itu sendiri, contohnya Tungkeh (tongkat), Mandau (parang khas dayak), hewan, bunga dan bentuk-bentuk lainnya. 
Selain kerajinan tangan berbahan dasar getah karet, turut pula ditampilkan kerajinan suku dayak Kalimantan Tengah berupa anyaman berbahan dasar rotan. Kerajinan tangan rotan tersebut berupa alat keperluan sehari-hari dengan motif Pucuk rebung (pakpasu), ular, ikan, parang, jajran ganjang, bunga-bungaan dan buah-buahan. Selain itu, motif lain yang digunakan adalah bentuk manusia, tambun (sarang ular naga), belanga, guntur/geledek (nyahu), tombak, dan burung enggang.
Seni Maukir adalah seni relief suku dayak khususnya Kalimantan Tengah. Keunggulan seni maukir lebih halus dibandingkan seni patung. Relief biasa ditemukan pada bangunan sandung atau raung (peti jenazah) milik suku dayak. Motif umum relief Kalimantan Tengah adalah Sulur atau tanaman menjalar yang dalam bahasa dayak disebut ‘Bajakah lelek’. Seni relief turut menghiasi tiang Luhing adat yang menggambarkan penguasa langit atau nenek moyang orang dayak. Seni Maukir tiang Luhing adat ini pertama kali dibuat oleh seorang tokoh dayak bernama Damang J.Salilah.
Tidak jauh dari bangunan utama anjungan, terdapat kolam yang merupakan gambaran sungai yang mengelilingi Kalimantan Tengah. Diatas sungai terletak diorama Perahu ‘Banama Riuang Kanghari Rayang, yang menurut kepercayaan agama Hindu-kaharingan sebagai kendaraan para roh suci dan dewa-dewa. Disamping itu, turut pula ditampilkan diorama lainnya yang melukiskan bagaimana masyarakat lokal disana menjadikan sungai sebagai tempat melakukan kegiatan sehari-hari seperti memandikan anak, mendulang emas, sampai mencari ikan.
Seni tari yang terkenal dan seringkali ditampilkan oleh anjungan Kalimantan Tengah di panggung seni yang terletak di tengah anjungan adalah Karungut atau disebut juga Deder. Kesenian ini merupakan perpaduan antara seni tari dengan permainan alat musik khas suku dayak bernama ‘sape’ (sejenis kecapi). Namun ada pula kesenian Karungut yang memadukan seni tari, diiringi petikan ‘sape’ dengan puisi atau senandung sajak berisi hikayat atau petuah-petuah lokal suku dayak. Penari dalam kesenian Karungut bisa dilakukan oleh satu atau beberapa orang, tergantung kebutuhan atau konsep tarian yang akan dibawakan. Seiring perkembangan jaman, sekarang Karungut kerap digabungkan dengan alat-alat musik modern seperti gitar, drum, bass, dan perkusi. Seorang perantau suku dayak di belahan nusantara dapat termenung sambil mengingat kampung halamannya, tanah borneo jika menyimak Karungut.
Alat musik ‘sape’ juga digunakan untuk mengiringi Tari Mandau dari suku dayak yang sangat terkenal hingga ke mancanegara. Tari mandau dapat dilakukan oleh pria maupun wanita dengan menggunakan senjata Mandau sebagai kelengkapan tarian tersebut. Tari Mandau itu sendiri merupakan salah satu tarian yang paling ditunggu oleh pengunjung jika anjungan Kalimantan Tengah mengadakan pagelaran seni di area anjungan. Di samping kesenian, anjungan Kalimantan Tengah juga mengadakan upacara-upacara adat yang mengacu pada peristiwa-peristiwa tertentu. Umumnya upacara tersebut bernafaskan agama Hindu-kaharingan.
Seni patung dan ukir masyarakat dayak Kalimantan tengah yang dibuat dengan bahan dasar kayu ulin atau kayu besi
Dengan mengedepankan Taman nasional Tanjung Puting dan kearifan lokal lainnya, anjungan Kalimantan Tengah berharap bisa semakin berbenah untuk kepentingan peningkatan pengenalan budaya serta kesenian tradisional kepada masyarakat luas dalam rangka mencapai jumlah kunjungan wisata ke Kalimantan Tengah.
Lihat juga...