UKM Mebel Indonesia Nyatakan Siap Tempur Hadapi MEA

KAMIS, 17 Maret 2016
Jurnalis : Koko Triarko / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Koko Triarko 

YOGYAKARTA — Wakil Ketua Asosiasi Industri Mebel Dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) DI Yogyakarta, Indro Wardoyo mengatakan, jika kondisi Usaha Kecil Menengah (UKM) bidang mebel dan kerajinan kayu Indonesia siap tempur menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). 
Wakil Ketua Asmindo DI Yogyakarta, Indro Wardoyo
Hal itu didasarkan pada sejumlah indikator, di antaranya, bahwa dari sebanyak 160 peserta pameran mebel internasional, 20 Persennya merupakan usaha kecil menengah. 
Hal itu diungkapkan Wardoyo dalam evaluasi hasil penyelenggaraan Pameran Industri Mebel dan Kerajinan Internasional Indonesia atau Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia (JIFFINA) 2016, di Yogyakarta, Kamis (17/3/2016). 
Ia mengatakan, JIFFINA yang diadakan di Yogyakarta, telah menunjukkan beberapa kelebihan produk mebel dan kerajinan di Indonesia yang orisinil, sekaligus memenuhi persyaratan eksport saat ini. Seperti diketahui, katanya, menghadapi MEA semua jenis produk harus bersertifikat dan berstandar internasional. Dan, sebanyak 20 Persen UKM mebel dan kerajinan dari 160 peserta pameran mebel internasional telah memiliki Sistem Verikasi Legalitas Kayu (SVLK). 
Dengan SVLK itu, negara lain sudah tidak ragu lagi membeli produk mebel Indonesia, yang selama ini seringkali dianggap berasal dari kayu ilegal. Melalui SVLK,sebuah produk mebel artinya telah memiliki legalitas yang mencakup empat hal. 
Pertama, pengrajinnya yang sudah berbadan hukum. Kedua, ada jaminan bahwa produk mebel itu bisa dilacak sumber kayunya. Ketiga, semua riwayat transaksi tercatat dan bisa dilacak, dan keempat, ada jaminan keselamatan kerja bagi pekerja yang memproduksinya. 
“Dengan SVLK ini produk mebel Indonesia bisa masuk ke pasar Eropa dan tidak lagi perlu diteliti keabsahannya,” ungkapnya.
Namun demikian, kata Wardoyo, hal lain masih diperlukan adalah peran pemerintah dalam menciptakan pasar. Pasalnya, selama ini para pengrajin mebel dibiarkan mencari pasar sendiri, sehingga hal itu cukup menghambat laju perkembangan eksport mebel ke luar negeri. Padahal, industri mebel Indonesia memiliki daya saing cukup tinggi di pasar internasional. 
“Kelebihan industri mebel kita adalah adanya sentuhan tangan atau hand made yang tidak dimiliki oleh mebel dari negara lain yang semuanya menggunakan mesin”, ujarnya. 
Sementara itu, terkait tolok ukur keberhasilan pameran mebel dan kerajinan bertaraf internasional yang diikuti oleh sejumlah UKM, sambung Wardoyo, juga terlihat dari banyaknya jumlah pengunjung yang mencapai 1.300 orang dan berasal dari 36 negara di dunia seperti Australia, Amerika, Belanda, Italia dan banyak lagi. 
Lihat juga...