JUMAT, 29 JANUARI 2016
Jurnalis: Koko Triarko / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Koko Triarko
YOGYAKARTA—Sejak direlokasi di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (Pasty) Jalan Bantul Km 1, Dongkelan, Yogyakarta, para pedagang tanaman hias merasa lebih tertata dan terjamin pasarnya. Namun saat ini, seiring dengan perkembangannya, para pedagang tanaman hias mengeluhkan penataan kios dan sarana air yang sudah lama mati.

Bagi para penyuka tanaman hias, Pasty menjadi satu-satunya tempat penjualan beragam tanaman hias dan buah terlengkap di Yogyakarta. Pasar tersebut bahkan dibangun tidak sekedar untuk berdagang. Namun juga sebagai obyek wisata dan pendidikan. Dari mulai tanaman buah yang langka baik lokal maupun impor semua tersedia.
Sriyantini, salah satu pedagang tanaman hias di Pasar Pasty ditemui Jumat (29/1/2016) mengatakan, semua pedagang tanaman hias di Pasar Pasty tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) dibawah bimbingan Dinas Pertanian DIY.
Sriyantini sendiri mulai berdagang tanaman hias dan bergabung dengan KWT Tegal Arum sejak 2008. KWT merupakan kelompok wanita tani tingkat kampung. Sriyantini tergabung dalam KWT Tegal Arum, Kampung Ledok Tukangan, RW 03, Danurejan, Yogyakarta. KWT tersebut, kata Sriyantini, di tingkat kelurahan dan kecamatan lalu tergabung lagi ke sejumlah gabungan kelompok pertanian (gapoktan).

Namun demikian, semua pedagang tanaman hias di pasar pasty berdiri secara mandiri atau bukan milik kelompok.
Dengan menyediakan beragam tanaman hias yang berbunga indah, unik dan menakjubkan, Sriyantini mengaku sama sekali tak ada kendala dalam hal pemasaran. Setiap hari, apalagi setiap libur akhir pekan, banyak pengunjung berdatangan dari luar daerah dan membeli tanaman hias.
Di tempatnya berjualan, bunga krisan dan anggrek menjadi yang paling laris. Selain harganya relatif murah, warna bunganya indah dipandang mata. Selain tanaman bunga dari berbagai daerah di Indonesia, Sriyantini juga memajang beragam tanaman import asal negeri Thailand, di antaranya adenium, kalandiva, dan aglonema. Dari ketiga jenis bunga import itu, harga paling murah adalah kalandiva yang dijual seharga Rp 30-35.000. Sedangkan bunga adenium dijual seharga Rp. 75.000 dan Rp. 100.000 untuk bunga aglonema.

Sriyantini mengatakan, dari sekian jenis bunga itu, bunga anggrek masih menjadi favorit bagi para pembeli. Untuk memenuhi permintaan konsumen, Sriyantini mendatangkan bunga anggrek dari Jakarta. Menurutnya, bunga anggrek beragam jenis asal Jakarta, lebih subur dan selalu dikirim sudah dalam keadaan berbunga. Selain itu, menurutnya, bunga anggrek asal Jakarta lebih mudah perawatannya dibanding anggrek dari Magelang, Solo dan Ambarawa di Jawa Tengah.
Sedangkan harganya variatif. Mulai dari yang seharga Rp. 45.000 dan Rp. 400.000 untuk bunga anggrek jenis vanda. Bunga anggrek jenis vanda menjadi mahal, menurut Sriyantini, karena bunga itu unik. Bisa tumbuh tanpa media. Tidak butuh tanah sehingga bisa digantung dan cukup disiram atau diberi pupuk saja.
Kendati sebagian tanaman hias yang dijualnya berasal dari luar negeri, namun Sriyantini mengaku era pasar bebas Asean (MEA) sekarang ini belum berpengaruh. Omsetnya tetap lancar dan tidak ada perubahan harga. Satu-satunya kendala, menurut Sriyantini, justru penataan kios dan ketersediaan sarana air.
“Deretan kios perlu ditata ulang, karena kios yang ada di bagian depan mengganggu akses jalan ke kios yang ada di belakang. Ini sangat mengganggu akses jalan bagi pengunjung. Juga saluran air yang sudah lama mati tidak diperbaiki”, ujar Sriyantini, sembari mengimbuhkan, akibat matinya saluran air, para pedagang terpaksa mengalirkan air sendiri dengan selang secara bergantian. “Sering ada yang tidak kebagian air karena berebutan”, keluhnya.