Gereja Tua Sikka, Bangunan Kuno Gaya Eropa Berpadu Motif Inkulturatif Tenun Ikat

Motif Wenda yang dilukis pada sekeliling tembok bagian dalam gereja.Motif ini terdapat pada sarung yang biasa dikenakan masyarakat sehari – hari tetapi tidak untuk  ke pesta.
Menara lonceng setinggi ± 15 meter terlihat menjulang dari kejauhan dengan sebuah salib besi berwarna putih di atasnya. Di dalam menara terdapat sebuah lonceng besi berdiameter ± 30 sentimeter dimana terdapat sebuah besi bulat di tengahnya. Pada pangkalnya diikatkan sebuah tali yang menjulur hingga ke lantai. Jika tali dibagian bawah dihentakan, maka lonceng tersebut bergerak kiri–kanan dan mengenai besi tersebut hingga menimbulkan bunyi. Bunyi lonceng biasanya dipakai untuk memberikan tanda atau memanggil umat untuk mengikuti perayaan ekaristi di gereja atau ada kegiatan lainnya.
Dua tingkat menara lonceng berbentuk segi empat semuanya berbahan kayu sementara bentuk kerucutnya berbahan seng yang disambung dari potongan- potongan kecil berbentuk ketupat. Menara kayu tersebut dicat warna abu–abu sementara seng berwarna merah senada dengan warna genteng. Kedua pendopo pintu samping gereja juga berbentuk sama seperti di pintu depan hanya panjangnya hanya ± 1 meter.
Semua tembok gereja tua dicat berwarna putih sementara tiang–tiang berwarna cokelat. Kayu jendela berwarna putih. Jika dilihat dari samping, sebagian genteng masih belum di cat dan berwarna kusam hitam keabu-abuan.Genteng pendopo depan gereja pun masih belum di cat. Sebelah kiri pintu masuk gereja dipasang prasasti yang tertera tahun pembangunan gereja ini.
“Genteng kami belum cat semua karena catnya habis. Kami tidak punya uang untuk membelinya lagi karena harganya mahal. Kalau pakai cat yang mahal, warnanya mirip warna asli dan bisa tahan lama. Untuk memugar gereja, kami dapat dana dari donator luar negeri “ ujar Goris saat ditanyai
Dinding Motif Tenun

Memasuki gereja selepas pintu depan, pengunjung disambut dua buah patung di kiri kanan setinggi ± 1,5 meter. Bagian kanan terpampang patung St.Ignatius Loyola pendiri ordo Serikat Yesus (SJ) dan pelindung gereja ini, sementara sejajar di kirinya berdiri patung Santo Yosef. Persis di samping kiri dinding pintu masuk bagian dalam terdapat batu prasasti mengenang pastor pertama gereja ini asal Belanda. Disitu tertulis, R.P.C.J.F.Le Cocq D’Armandville,SJ, Natus 29 Mart 1846,Obiit 27 Maji 1896.
“Semua bangku di dalam gereja memakai kayu jati. Waktu selesai rehab (perbaikan) pastoran banyak tersisa potongan kayu jati dan kayu utuh yang belum terpakai.Saya usulkan kepada pastor Felik agar kayu tersebut diabuatkan bangku saja “ucap Goris.
Kiri kanan bangunan bagian dalam gereja ditopang masing-masing 16 tiang kayu yang memanjang daripintu depan hingga altar. Kayu–kayu tersebut dibentuk melengkung dan disambung membentuk atap kerucut. Kayu-kayu tersebut diikat dengan kayu-kayu berbentuk silang.Tiap-tiap sisi bangunan setelah tembok terpasang 36 jendela kayu yang dibiarkan terbuka. Sementara jendela atasnya di setiap sisinya terdapat 48 jendela kaca berwarna kuning kusam.
Sekeliling dinding gereja terlukis motif inkulturtif  tenun ikat Sikka yang dilukis sejak awal gereja dibangun. Bagian altar dilukis motif Gabar motif tenunan khusus pakaian raja berbentuk belah ketupat. Sementara dinding lainnya dilukis dengan motif  Wenda berbentuk buah kapas, motif tenun ikat yang biasa dipakai masyarakat dalam keseharian tapi tidak dikenakan saat pesta.
“Lukisan motif ini ada sejak awal gereja dibangun.Warnanya pernah diperjelas lagi karena sudah kusam. Meski sedikit berbeda tapi motifnya tetap sama “ucap Goris.
Dua buah mimbar dari kayu jati berbentuk segi empat terlihat kokoh di kiri kanan altar.Empat buah kaca di belakang altar salah satu kaca di bagian kiri, setengah kacanya sudah pecah sehingga ditutup memakai triplek. Kuburan di sekililing gereja juga jadi satu kekhasan gereja ini sejak awal dibangun seperti terdapat di gereja-gereja tua di Eropa. 
Bagian depan gereja bagian utara terdapat kapel Senhor sementara bagian selatan terdapat sumur tua yang selesai dikerjakan tanggal 1 Desember 1969 oleh pater Musinski, Superior General (Supgen) ordo SVD (Serikat Sabda Allah). Sementara itu, berhadapan dengan gereja tua, terdapat gedung pastoran. Bangunan berdinding kayu jati dengan panjang ± 20 meter dan lebar ± 6 meter ini kaca jendelanya pun masih asli seperti dulu. Hingga saat ini, dalam setiap perayaan ekaristi dihari Natal dan Paskah masih mempergunakan bahasa Latin. Biasanya pemakaian bahasa saat misa dibagi dalam tiga bahasa yakni bahasa Sikka, Indonesia dan Latin. Pemakaian bahasa dalam misa ini dilakukan bergantian tiap minggunya.
Ebed De Rosary
Jurnalis Cendana News
Wilayah NTT
Lihat juga...