
LAMPUNG — Aksi mogok oleh pedagang daging ayam di beberapa daerah di Indonesia tak terjadi di sejumlah pasar tradisional di Provinsi Lampung. Beberapa pedagang daging ayam di pasar tradisional di Kabupaten Lampung Selatan masih terlihat berjualan seperti biasa.
Pengakuan beberapa pedagang daging ayam di pasar tradisional pasar inpres Kalianda, pasar tradisonal Pasuruan, pasar tradisional Bakauheni, mereka tetap berjualan dengan harga daging ayam yang melonjak mencapai Rp 47 ribu per ekor.
Salah satu penjual daging ayam potong, Aminah menyebutkan, naiknya harga daging ayam di pasaran karena dari peternak memang sudah naik. Ayam jenis boiler tersebut bahkan harganya sudah naik akibat pasokan ke sejumlah daerah mulai berkurang.
Harga dari peternak menurut Aminah, untuk ayam boiler sudah mencaapi Rp.25ribu perekor meskipun Aminah menjualnya dengan sistem berat ayam tersebut.
“Kebanyakan pembeli lebih suka membeli dalam bentuk sudah dipotong dan dibersihkan bulunya sehingga lebih praktis dan saya menjualnya dengan ditimbang yang saya jual Rp.47 ribu perkilogramnya,”ungkap Aminah saat ditemui di pasar Pasuruan, Kamis (19/8/2015).
Kenaikan harga ayam tersebut juga dirasakan Aminah semenjak Hari Raya Idulfitri tahun ini. Kenaikan harga pada komoditas daging ayam serta daging sapi bahkan terjadi di pasar tersebut seperti di daerah daerah lain.
“Pernah harga hanya Rp.35 ribu namun saat ini sudah mencapai Rp.47 ribu dan ini sebuah kenaikan yang memberi dampak berkurangnya pembeli daging ayam,”ungkapnya.
Kenaikan harga daging ayam tersebut berakibat pada jumlah penjualan ayam yang dijual oleh Aminah. Aminah mengaku menyediakan kandang khusus ayam hidup disebelah ayam yang sudah dipotong. Jumlah sekitar 150 ekor hingga 200 ekor pada hari normal bisa terjual, namun kini ia mengaku hanya bisa menjual di bawah 100 ekor per pasaran.
“Akhirnya saya akali dengan lebih banyak menyiapkan ayam hidup dibanding ayam yang sudah dipotong sebab sayang kalau sudah dipotong tapi tak ada yang beli,”ungkapnya.
Banyaknya penjual ayam yang berhenti berjualan menurut Aminah diakibatkan besarnya modal namun tak tertutup dengan hasil penjualan. Meskipun harga mahal namun ia mengaku masih tetap berjualan meskipun menyadari omzet penjualan menurun.
Sementara itu salah satu warga, Suhaini (34) mengaku masih tetap membeli daging ayam meskipun harganya mahal karena memiliki acara keluarga yang harus menyiapkan menu daging ayam.
“Terpaksa saya beli karena ada acara di rumah, meski mahal namun setidaknya lebih murah dibandingkan harga daging sapi yang mencapai ratusan ribu rupiah perkilogramnya,”ungkapnya.
Ia berharap harga harga komoditas yang naik bisa segera turun sebab kondisi tersebut merugikan masyarakat kecil seperti dirinya.

RABU, 19 Agustus 2015
Jurnalis : Henk Widi
Foto : Henk Widi
Editor : ME. Bijo Dirajo