Kartini Cenderawasih, Penjelajah Langit Indonesia

Pilot Perempuan Papua, Octaviyanti Blandina Ronsumbre (27)

CENDANANEWS (Jayapura) – Octaviyanti Blandina Ronsumbre, perempuan berdarah Papua-Jawa ini menjadi perempuan asal Bumi Cenderawasih yang menjadi pilot perempuan pertama di Papua. 
Perempuan kulit bersawo matang yang berbobot kurang lebih 60 kilogram, sejak kecilnya bercita-cita menjadi seorang pramugari, hingga setiap ada kegiatan karnaval saat duduk di bangku SD, SMP, SMA ia mengenakan busana pramugari.
“Saat saya mendaftar jadi pramugari, tidak diterima karena tinggi badan saya 158 cm, sedangkan standar untuk menjadi pramugari tinggi badan minimal 160 cm. Jadi kalau orang-orang tanya kenapa saya jadi pilot. Karena saya tidak bisa jadi pramugari,” tutur Vivin sapaan akrabnya, saat di hubungi CND, Selasa (21/04/2015).
Vivin yang gemar mendengar musik ini telah menunjukkan kepada seluruh masyarakat Papua, bahwa komunitas pilot perempuan di Indonesia bahkan komunitas pilot dunia, ada perempuan Papua yang sudah menjadi bagian untuk menguasai angkasa Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Saya tahun 2006 sempat kurus ticketing di Yogyakarta selama satu tahun, setelah itu saya kerja di Gapura Biak selama 2 tahun dari tahun 2007-2009. Saya keluar dan saya sekolah pilot, setelah itu saya join di Trigana sampai sekarang,” tutur sang Pilot berparas manis.
Sejak tahun 2011 menjadi pilot dengan jabatan first oficer di PT Trigana Air, salah satu maskapai penerbangan yang beroperasi di Papua. Selama di Papua, Vivin mengemudikan pesawat cargo. Akhir Januari 2015 Vivin base di Jakarta dan akan menerbangkan pesawat penumpang.
“Kalau di Jakarta saya menjadi pilot ganteng, terbang pake dasi. Saya bawa pesawat penumpang ke Pangkalan Bun di Kalimantan, ke Semarang di Jawa Tengah, ke Surabaya Jawa Timur,” ujarnya.

Saat di Tanya soal sosok Kartini? Ia dengan suara merdunya menuturkan Kartini adalah sosok perempuan yang dikenal karena emansipasi wanita. Dan dirinya sangat memfavoritkan sosok perempuan tersebut. Kembali soal penerbangan, ia lebih suka menerbangkan pesawat di Papua.
“Karena di Papua lebih banyak tantangannya, terbang di daerah pegunungan. Sedangkan kalau di luar Papua, saya banyak bawa penumpang. Saya sekarang terbang bersama Trigana dari tahun 2011 hingga kini dengan jam terbang saya lebih dari 3000-an,” kata anak bungsu dari tiga bersaudara itu.
Perempuan kelahiran Biak 30 Oktober 1988 yang dikenal supel dan ramah ini sangat bersemangat menceritakan kisahnya menjadi Pilot perempuan pertama dari Papua. “Saya saat pertama kali terbangkan pesawat perasaan saya campur aduk pokoknya tidak bisa ungkapkan dengan kata-kata, saya juga sampai menangis,” kata anak dari Yakobus Ronsumbre dan Susilowati.
Netty Dharma Somba, salah satu relasi Vivin juga menuturkan bahwa ia mengenal sang pilot Papua pada akhir januari 2015. “Dia anaknya ramah, gampang bergaul, luwes. Orangnya mudah beradaptasi dengan lingkungan, awalnya sih dia mau jadi pramugari tapi karena tidak lolos, kakaknya berikan dia masukan dan support untuk bangkit mengejar cita-cita,” kata Netty.

Alberth Matatula, jurnalis sebuah stasiun televisi swasta Nasional untuk wilayah Papua dan Papua Barat menuturkan saat menumpang di pesawat Trigana dari Jayapura-Wamena pulang pergi, ia mengaku cara mendaratkan pesawat yang dilakukan Vivin, sangat halus.
“Beda sekali dengan pilot laki-laki yang biasa bawa pesawat jenis itu, cara bawanya halus sekali. Saya sempat tegang saat pesawat lepas landas, tapi saat di angkasa, hati saya lega lihat cara bawanya yang mungkin jarang saya lihat, mungkin karena dia perempuan,” kata Albert.
———————————————-
Selasa, 21 April 2015
Jurnalis :  Indrayadi T Hatta
Fotografer :  Indrayadi T Hatta
Editor : ME. Bijo Dirajo
———————————————-
Lihat juga...