![]() |
Lukisan Sidik Jari |
CENDANANEWS (Denpasar) – Lahir tanggal 4 Juli 1935 di Puri Pemecutan Denpasar, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan atau biasa dipanggil dengan Pak Gede Pemecutan tumbuh menjadi seorang anak muda yang berpotensi besar di dunia seni lukis. Setelah melewati masa kecil yang sering sakit-sakitan, Gede Pemecutan akhirnya bisa menyelesaikan Sekolahnya di SMA Pasti-Alam pada tahun 1959.
![]() |
I Gusti Ngurah Gede Pemecutan |
Namun kenyataan berkata lain dengan talenta besar yang dimilikinya. dia tidak diterima dibeberapa fakultas seni dikarenakan keadaan fisik yang sering sakit-sakitan sejak kecil. Namun Gede Pemecutan tidak mau patah arang, akhirnya beliau mengembangkan sendiri bakat seninya di rumah.
Saat di temui Cendananews.com di Museum sekaligus studio seninya yang diberi nama MUSEUM LUKISAN SIDIK JARI NGURAH GEDE PEMECUTAN di jalan Hayam Wuruk 175, Tanjung Bungkak, Denpasar, dia banyak menceritakan suka duka menggeluti seni lukis sebelum akhirnya beliau menjelma menjadi Sosok Pelukis Sidik Jari Pertama di Indonesia yang di akui oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dalam bentuk Piagam Penghargaan ” Pelopor Teknik Melukis dengan Sidik Jari dan Kolektor Sidik Jari Terbanyak 1.507.725 Sidik Jari Pribadi Pelukisnya Sendiri ” pada Bulan Juli 2012 di Semarang.
” Saya senang melukis, dan memilih aliran Naturalisme di awal karier saya, namun seiring saya mengeksplorasi hal-hal aneh dalam melukis, akhirnya saya mematangkan seni lukis aliran Pointilisme, yang biasanya dilakukan pelukis lain menggunakan kuas tapi saya ganti dengan sidik jari saya sendiri,” Kenang I Gusti Ngurah Gede Pemecutan.
Saat cendananews.com berkeliling Museum yang dipandu oleh Gustra, Staff Ahli Museum, terlihat betapa luar biasa karya-karya lukisan sidik jari milik I Gusti Ngurah Gede Pemecutan yang menjadi koleksi museum tersebut.

Karya Masterpiece Gede Pemecutan berjudul ” Perang Puputan Badung ” yang bercerita tentang dahsyatnya Perang antara Kerajaan Badung di Bali melawan Tentara Kolonial Belanda pada tanggal 20 September 1906.
“Ini seni lukis sidik jari seperti layaknya tiga dimensi,”katanya.
Banyak karya-karya lukisan Ngurah Gede Pemecutan, diantaranya : ” Terbang dan Berlayar “, ” Tari Barong “, dan ” Tari Topeng Tua “. Di samping itu beberapa judul puisi hasil karya Ngurah Gede Pemecutan turut menghiasi museum, seperti : ” Puputan Badung “, ” Anugerah ‘ , dan ” Aku “.
Gustre mengatakan bahwa, untuk menyelesaikan karya masterpiece Ngurah Gede Pemecutan berjudul ” Perang Puputan Badung ” membutuhkan waktu 18 bulan, atau 1,5 Tahun. Dari membuat sketsa menggunakan bahan kapur, lalu diberi warna dasar sesuai tema lukisan yang akan dibuat, sampai ditutup dengan proses pembentukan gambar dengan menggunakan sidik jari.
“Selain melukis, bapak juga melatih seni tari seperti Tari Gopala, Bebet, Janger, dan Pendet. Lalu sudah merambah melatih seni Menabuh dan seni modern seperti Modelling bagi anak-anak muda Bali,” tutur Gustra, anak muda lulusan Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi UNUD tahun 2012 kepada cendananews.com.
Studio atau workshop milik Ngurah Gede Pemecutan di belakang museum merupakan sebuah ruangan berarsitektur Bali bernama Wantilan Karmasala yang menjadi saksi bisu bagaimana proses pengolahan seni budaya Bali di Museum ini.
Hasil karya terbaru dari Ngurah Gede Pemecutan juga di tunjukkan kepada kami, sebuah lukisan bernama : ” Ogoh-Ogoh ” tampak sudah siap di pajang di tembok sejarah Museum Sidik Jari Ngurah Gede Pemecutan.
Beberapa kendala memang sempat menyulitkan perjalanan Museum ini. Dari masalah Pajak, retribusi, dan lain-lainnya. Namun walau banyak kendala, Ngurah Gede Pemecutan malah membebaskan tiket masuk bagi siapapun yang ingin masuk melihat-lihat sekitar 666 lukisan di dalam museum.
Animo anak-anak yang belum terlalu besar terhadap museum memang sangat menyulitkan juga. Namun sejauh ini, Gustra dan Team Kreatif museum mampu bertahan dan membawa Museum Lukisan Sidik Jari Ngurah Gede Pemecutan tetap eksis di tengah masyarakat Denpasar yang notabene terkena hantaman paling keras dari era modernisasi dan globalisasi dunia.
“Impian saya dan team di sini adalah melihat Bapak masuk Guiness Book of Record, namun itu butuh biaya yang sangat besar sekali. Semoga ada jalan keluar ke depannya,” tutur Gustra mengakhiri pembicaraan.




Semoga Museum Lukisan Sidik Jari Ngurah Gede Pemecutan bisa menemukan cara menumbuhkan animo generasi muda Denpasar akan sebuah Museum. Bahwa museum bukan sekedar penyimpan barang antik atau barang tua, tapi Museum menjadi saksi sejarah sekaligus corong pendidikan tentang masa lalu bangsa bagi generasi penerus selanjutnya.
———————————————-
Kamis, 23 April 2015
Jurnalis : Miechell Koagouw
Fotografer : Miechell Koagouw
Editor : ME. Bijo Dirajo
———————————————-