Angka ini mencerminkan omzet tahunan ekosistem haji Indonesia, yang sebagian besar berputar di dalam negeri. Melalui pembiayaan penerbangan, layanan embarkasi, katering, perlengkapan, jasa travel, perbankan, dan tenaga kerja.
Sementara itu, umrah rata-rata menelan biaya Rp25–35 juta per orang. Dengan jumlah jamaah umrah Indonesia sebelum pandemi sekitar 1,3 hingga 1,5 juta orang per tahun, nilai ekonomi umrah saja dapat mencapai sekitar Rp32,5 hingga Rp52,5 triliun per tahun. Sebagian dibelanjakan di Arab Saudi, tetapi porsi sangat besar justru terserap di dalam negeri. Mulai dari biaya administrasi, penerbangan, akomodasi domestik, perlengkapan, hingga jasa travel dan tenaga kerja.
Jika digabungkan, total nilai ekonomi haji dan umrah Indonesia dalam kondisi normal dapat dengan mudah melampaui Rp50 hingga Rp70 triliun per tahun. Menjadikan salah satu sektor jasa berbasis keagamaan terbesar dalam perekonomian nasional.
Soal uang dibelanjakan di Arab Saudi, perlu ditempatkan dalam konteks secara adil. Arab Saudi tentu memperoleh manfaat ekonomi dari penyelenggaraan haji dan umrah. Namun menyimpulkan Indonesia dirugikan adalah lompatan logika. Dalam ekonomi global, arus keluar-masuk devisa merupakan keniscayaan. Pertanyaan kuncinya: untuk apa, dalam konteks apa, dan dibandingkan dengan aktivitas ekonomi yang mana.
Paradoks para pencerca terlihat jelas. Berdasarkan data BPS dan Kementerian Pariwisata, jumlah perjalanan wisatawan Indonesia ke luar negeri dalam kondisi normal mencapai 8 hingga 11 juta perjalanan per tahun. Pengeluaran wisatawan Indonesia di luar negeri diperkirakan mencapai lebih dari 11 – 15 miliar dolar AS per tahun. Jika dikonversi ke rupiah setara Rp165 hingga Rp225 triliun.