Beras Kadaluwarsa & Smart Commodity Dashboard

Sejumlah media mencatat:  stok beras Bulog 3,95 juta ton pada awal September 2025. Distribusinya rendah. Sebanyak 5 % cadangan beras pemerintah (CBP) / 194.100 ton disinyalir berusia lebih satu tahun. Sekitar 30,3 % atau ~1,18 juta ton beras tersimpan lebih enam bulan.

Kedua, Belum Adanya (Kurangnya) Data Real-Time.

Data ketersediaan stok di gudang, permintaan pasar, dan pergerakan distribusi sering tidak terpantau real time. Belum ada sistem Live Monitoring Distribution terintegrasi.

Data tersebar di sistem (silo), tidak terintegrasi. Berbagai lembaga (Bulog pusat, Bulog daerah, instansi daerah, Bapanas, Kementerian Pertanian, pasar-pasar) masih memerlukan integrasi data pangan. Perlu sistem supply chain control tower (SCCT) yang memuat data hulu ke hilir secara terpadu.  Ketika data stok dan pergerakan barang tidak terbuka atau hanya sebagian terbuka. Peluang penggelembungan, manipulasi stok, atau kelemahan kontrol akan meningkat.

Ketiga, Lambatnya Deteksi Risiko.

Bulog sering merespon masalah stok beras ketika mendekati kadaluwarsa. Tidak terdapat sistem alarm dini / pemantauan otomatis. Bulog baru merespon masalah stok lama ketika ada keluhan dari publik atau media.

Praktik rotasi stok juga buruk. FIFO (first in, first out) tidak dijalankan konsisten. Stok lama tidak diprioritaskan distribusi. Birokrasi: prosedur lambat, terjadi tarik-ulur antar lembaga. Tarik-ulur kewenangan antara Bulog, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional. Khususnya dalam hal kapan dan bagaimana distribusi stok lama dilepas.

Carut marut itu sebenarnya bisa diurai melalui penerapan Smart Commodity Dashboard. Ialah sistem digital terpadu yang mengumpulkan, memvisualisasikan, dan menganalisis data komoditas secara real-time. Untuk membantu pengambilan keputusan secara cepat, akurat, dan berbasis data.

Lihat juga...