Dari Pusara Wali, Mengalir Keteladanan

KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah menegaskan bahwa berziarah kubur memiliki nilai ibadah sekaligus sarana tabarruk.

Menurut beliau, seorang Muslim yang berziarah akan memperoleh pahala, sekaligus dorongan untuk meneladani kehidupan orang saleh yang diziarahi.

Sementara itu, KH Sahal Mahfudz, mantan Rais ‘Aam NU, menyebut bahwa ziarah ke makam wali tidak hanya memperkuat spiritualitas, tetapi juga mempererat jejaring sosial umat.

“Ziarah adalah media untuk mengingat asal-usul, menjaga silaturahmi, dan mempertebal identitas keagamaan masyarakat,” tuturnya dalam salah satu ceramahnya.

Dengan begitu, ziarah waliyullah di Nusantara tidak semata-mata dimaknai sebagai ritual pribadi, tetapi juga praktik sosial yang menumbuhkan rasa kebersamaan, mengikat umat dengan sejarah, dan memperkuat jati diri keislaman yang ramah.

Di tengah modernitas yang serba cepat, tradisi ziarah kubur waliyullah terus bertahan. Ia menjadi pengingat bahwa spiritualitas tak pernah lekang oleh zaman.

Bahwa manusia, dengan segala pencapaiannya, tetaplah makhluk fana yang membutuhkan arah, teladan, dan cahaya Ilahi.

Ngalap berkah lewat ziarah bukanlah perkara mistis semata, melainkan refleksi religius yang menghidupkan kesadaran.

Kesadaran bahwa keberkahan hidup sejati datang dari Allah SWT, dan para wali hanyalah pintu untuk meneladani cinta dan kedekatan kepada-Nya. ***

Lihat juga...