Dari Pusara Wali, Mengalir Keteladanan
Para wali hanyalah wasilah (perantara), sementara sumber keberkahan sejati adalah Allah SWT.
Praktik ini juga ditegaskan dalam ijma ulama. Ibn Hajar al-Haitami, dalam al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, menuliskan bahwa bertabarruk dengan orang saleh—baik yang masih hidup maupun sudah wafat—adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam, selama keyakinan tetap tertuju kepada Allah.
Jejak Wali di Tanah Jawa
Tradisi ziarah makam wali begitu hidup di Pulau Jawa. Dari barat hingga timur, ada jaringan spiritual yang dikenal sebagai Wali Songo, sembilan tokoh utama penyebar Islam di Nusantara.
Di Gresik, misalnya, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim selalu ramai diziarahi.
Beliau dikenal sebagai wali pertama yang membuka jalan dakwah Islam di tanah Jawa. Para peziarah datang, bukan hanya untuk berdoa, tetapi juga merenungi keteguhan dakwah beliau yang penuh kelembutan.
Di Kadilangu, Demak, makam Sunan Kalijaga menjadi magnet ribuan peziarah setiap harinya.
Sosok wali yang mengajarkan Islam lewat seni, budaya, dan tradisi ini terus dikenang sebagai teladan dakwah yang penuh kearifan.
Banyak yang mengaku pulang dari sana dengan semangat baru: bahwa Islam bisa hidup berdampingan dengan budaya lokal tanpa kehilangan esensinya.
Sementara itu, di lereng Dieng, Wonosobo, makam KH Muntaha Kalibeber tak pernah sepi.
Ulama kharismatik abad 20 ini dikenal sebagai guru spiritual yang membimbing umat dengan ilmu dan kasih sayang.
Para peziarah merasakan keteduhan suasana pesantren yang beliau wariskan, seolah jejak kesalehannya masih hidup hingga kini.
Di Indonesia, para kiai dan ulama pesantren juga memberi penjelasan yang meneguhkan tradisi ini.