Nusantara: Rasionalitas, Mitos, dan Kemunduran

Tidak bisa diketahui secara pasti, sejak kapan pergeseran tradisi dan budaya sains itu bergeser menjadi budaya klenik. Jika menelisik jejak Kerajaan Demak dan Kalinyamat masih mampu memiliki armada laut besar besar untuk melawan Portugis di Malaka, bisa diduga sejak era koloialis Eropa itulah budaya klenik membesar.

Untuk menutupi ketidakberdayaan melawan kolonialis Eropa di satu sisi dan untuk merawat harapan kemegahan bangsa pada masa depan, dibuatlah cerita bahwa bangsa ini tidak kecil. Melalui beragam mitos. Beragam tradisi klenik sebagai cerminan bangsa kuat. Seperti kendali laut kidul, makan beling, kebal, dll. Intinya sebuah pesan bahwa akan ada masa kebangkitan dan kemegahan itu tiba. Bukan bangsa lemah.

Kisah tentang Jongko Jayabaya, sebenarnya tidak ada bedanya dengan spirit kelahiran Imam Mahdi dalam eskatologi Islam. Atau tentang ajaran bahwa setiap satu abad akan lahir pembaharu. Intinya sebuah harapan akan lahir generasi pembebas dari masa suram.

Semua itu tentang cara merawat harapan. Sementara kebangkitan bangsa Nusantara sendiri harus dengan aksi. Tidak bisa dengan sebatas harapan.

Bangsa Nusantara harus kembali ke jatidirinya sebagai pecinta sains. Bangsa rasional. Harapan yang dirawat melalui mitologi itu baru bisa diwujudkan. Mitologi sendiri tidak bisa mewujudkan kemajuan itu. Kesadaran akan tradisi ilmu pegetahuan dan teknologi jawabannya.

 

Lihat juga...