Nusantara: Rasionalitas, Mitos, dan Kemunduran

Eksistensi kisah Nyi Rodo Kidul (Yogya), Leak dan Rangda-Bali, Pusaka Bertuah dan Keris Sakti, Danyang penunggu tempat. Narasi kisah Sabdo Palon-Noyo Genggong yang amat janggal.

Bagaimana masyarakat Nusantara yang sudah familiar dengan Bhineka Tunggal Ika sejak berabad lampau, kemudian mengalami benturan oleh keputusan Raja Majapahit memeluk Agama Islam. Sabdo palon dikisahkan kecewa keputusan rajanya itu dan akan menuntut balas. Kisah-kisah itu bisa diduga sebagai narasi disintegrasi belaka.

Kemegahan tradisi sains bangsa Nusantara kemudian tersisa sebatas seni kesurupan. Seperti Kuda Lumping (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Reog Ponorogo (Jawa Timur): ritual mengangkat beban berat. Debus (Banten): kebal senjata. Barong dan Rangda (Bali): dalam ritual Calonarang, para penari bisa kesurupan roh Barong (kebaikan) atau Rangda (kejahatan). Sigale-gale (Batak): ritual pemanggilan arwah leluhur dengan boneka kayu yang bisa bergerak. Tari Sanghyang (Bali): tari kesurupan suci untuk menolak bala – penari menari di bara api dalam keadaan trance.

Sementara budaya sains yang sudah dikembangkan para pendahulu bangsa Nusantara tidak diperhatikan. Tidak dianggap sebagai otentik Nusantara. Disisakan mitos. Tidak dipelajari dan dikembangkan lagi. Tradisi klenik justri diajukan sebagai “pewaris sah” tradisi dan budaya Nusantara.

Tradisi bangsa agraris dan bangsa pelaut tidak ditumbuhkan dalam bentuk kemegahan pada era modern. Bangsa Nusantara seharusnya memiliki armada laut canggih dan modern pada saat ini. Juga pusat pangan global berbasis riset. Termasuk pengobatan herbal berbasis riset.

Maka bisa dimaklumi kenapa bangsa Nusantara mengalami kemunduran. Tidak segera bisa bangkit dari keterpurukan. Karena telah meninggalkan tradisi aslinya. Tradisi otentiknya sebagai bangsa cinta pengetahuan yang rasional dan logis. Kesadaran kemegahan masa lalu bangsa dijejali tradisi klenik yang dikesankan sebagai warisan otentik kemegahan bangsa Nusantara.

Lihat juga...