Pembatasan itu bukan saja untuk menutup peluang penyimpangan jabatan politik/publik. Termasuk dari budaya korupsi. Melainkan juga untuk terbangunnya sistem rotasi kepemimpinan nasional yang sehat.
Rotasi kepemimpinan yang lancar akan melahirkan banyak kader-kader kepemimpinan di semua level. Dalam sekala bangsa akan melahirkan kader-kader kepemimpinan yang cakap. Sebagai penopang kemajuan bangsa.
Tidak terjadi pembusukan kader-kader potensial. Karena tidak memiliki ruang untuk belajar memimpin. Didominasi oleh figur tertentu dalam masa yang lama.
Kehendak rakyat yang dituangkan melalui UUD 1945 amandemen itu ternyata berlawanan dengan mentalitas sejumlah elit politik. Mereka tidak memberi contoh mengikuti spirit UUD 1945 itu. Justru bercokol dalam mencengkeram jabatan partai pada masa yang panjang.
Sebagai contoh ketua Umum PKB. Berdasar penelusuran digital, Muhamimin Iskandar telah menjadi ketua PKB sejak tahun 2015. Berarti kini (tahun 2024) sudah 19 tahun ia mencengkeram jabatan itu.
Lebih lama dari itu ketua umum PDIP. Sejak tahun 1999 ia menjabat. Dua puluh lima tahun ia cengkeram jabatan itu.
Prabowo Subianto saja, presiden terpilih, menjabat ketua partai 10 tahun. Sebagai Presiden, tentu ia akan digantikan figur lain dalam memimpin partai. Belum ada kepemimpinan lebih lama dibanding Megawati dan Muhaimin. Mencengkeram jabatan ketua umum parpol.
Muhaimin seringkali menyinggung kepemimpinan otoriter Presiden Soeharto. Megawati lebih tajam lagi dalam mengkoreksi apa yang disebut kesalahan-kesalahan orde baru. Kemunculan Mega justru menunggangi kemarahan rakyat. Melalui isu yang berkembang kala itu sebagai “otoritarianisme orde baru”.