Pembawaan presiden Jokowi seperti itulah menjadikannya masih menuai banyak dukungan hingga detik terakhir kepemimpinannya. Upaya merobohkan trust terhadapnya ibarat membentur tembok tebal. PDIP yang menganggapnya sebagai petugas partainya tidak bisa mengabrasi trust Jokowi dihadapan rakyat.
Banyak orang berteori atau berasumsi, “satu detik Presiden Jokowi meletakkan jabatan, trust rakyat kepada Jokowi dengan sendirinya runtuh”. Teori itu bisa benar bisa tidak. Bisa benar sebagian saja atau tidak semua teori/asumsi itu benar.
Presiden Jokowi masih memiliki Gibran sebagai wapres. Juga jatah menteri kabinet. Para menteri itu nantinya akan menjadi pelaksana agenda Jokowi dalam kabinet baru di masa depan.
Gibran, belum se-matang ayahnya. Akan tetapi ia telah mulai mewarisi “politik grapyak” ayahnya itu. Ia selalu ramah ketika menerima masyarakat. Termasuk tamu-tamu dari tokoh masyarakat. Membungkukkan badan tanda hormat. Respek. Berbicara seperlunya, dengan tetap menebar senyum.
Masyarakat atau tokoh masyarakat, masih memiliki saluran komunikasi dengan Istana melalui sosok Gibran. Masih merasa “memiliki” atau bisa mengklaim memperoleh dukungan / back up dari istana melalui Gibran. Setidaknya masih bisa mempertahankan imajinasi keberadaannya pada level penting melalui kedekatannya dengan Gibran.
Jika figur politik lain, termasuk presiden tidak bisa memperagakan “politik grapyak” sebaik atau lebih baik dari Jokowi-Gibran. Rakyat akan menaruh aliansinya melalui Gibran. Maknanya Jokowi masih memiliki celah untuk ikut mencoraki masa depan perpolitikan bangsa. Termasuk dalam memenangkan figur-figur tertentu dalam pilkada. Karena masih dipercaya oleh rakyat.